Sumpah Pemuda merupakan sumpah yang dilakukan oleh para kaum muda kita pada masa penjajahan. Kala itu, para kaum muda menyatakan bertanah air, berbahasa dan berbangsa satu, yaitu Indonesia. Ikrar Sumpah Pemuda pun bermakna kaum muda melepas segala atribut perbedaan dan bersatu untuk menggapai kemerdekaan Indonesia. Semangat persatuan yang dimiliki kaum muda kala itu akhirnya menghantarkan Indonesia kepada kemerdekaan yang harus dibayar tinggi, dengan jiwa dan raga.
Namun, yang terjadi sekarang ini justru kebalikan dari para pahlawan muda kita pada masa penjajahan. Banyak dari kaum muda sekarang ini lebih membicarakan perbedaan sehingga berdampak kepada gesekan sosial didalam masyarakat.
Selain itu, pergaulan yang telah melepas norma-norma mulia pun membuat kaum muda sekarang ini lebih melepas identitas diri sebagai kaum muda Indonesia. Akhirnya kaum muda yang diharap mampu menggantikan para pemimpin yang akan turun tahta nantinya, hanya menjadi momok yang masih belum bisa terselesaikan dengan baik pembentukan karakter kepemimpinan.
Potret dilapangan, masih banyak permasalahan yang terjadi pada kaum muda kita, baik dari pergaulan bebas, penggunaan obat-obatan terlarang, free sex, maupun bebal moral. Ini mengindikasikan bahwa kaum muda kita telah lupa perjuangan yang dilakukan para pahlawan muda kita selama ini, terlebih mereka tidak mampu memaknai arti perjuangan.
Mahasiswa yang merupakan salah satu elemen terpenting didalam dinamika kehidupan pun terkadang dianggap tidak mampu menjalankan fungsinya dengan baik, baik didalam instansi pendidikan maupun didalam masyarakat. Sebut saja mahasiswa yang senang melakukan aksi unjuk rasa.
Aksi unjuk rasa memang tidak selamanya salah dan tidak selamanya benar. Tetapi, yang digarisbawahi saat ini adalah efektivitas dan efisiensi dalam pembenahan permasalahan yang masuk kedalam multidimensi ini. Maka sewajarnya, penyelesaian yang dilakukan sebatas kepada kapasitas yang dimiliki mahasiswa dengan tugas yang melekat kepada dirinya.
Disayangkan bila aksi unjuk rasa yang dilakukan distandarkan sebagai aksi penyelesaian. Jika itu menjadi standar, maka mahasiswa yang notabenya mahluk intelektual, tidak akan ada artinya karena lebih berpikir pragmatis dengan berbasis tanpa pikir panjang,
Belum lagi masalah perbedaan yang dimiliki para kaum muda kita, yang justru hanya menjadi saling serang untuk memenangkan gaya hidup yang ada sekarang ini. Banyak dari kaum muda kita yang terjebak dengan gaya hidup, yang akhirnya dijajah dengan gaya hidup yang tidak relevan dengan kebutuhan hidup.
Hasilnya, konsumerisme merebak hingga kepada kaum muda kita. Padahal, masa perjuangan kaum muda kita pada tahun 1928, ketika kaum muda mengucapkan ikrar Sumpah Pemuda, tidak mengarahkan perjuangan dengan terjajah oleh barang-barang mahal yang tidak relevan dengan kebutuhanya. Pahlawan pemuda kala itu justru berperang dengan kapasitas yang mereka miliki.
Ironinya, kaum muda sekarang berperang dengan sesama untuk bisa masuk kedalam gaya hidup mewah yang keluar dari batas norma yang ada. Akhirnya, perbedaan menjadi pakaian kaum muda untuk saling menonjol dari yang lainnya.
Hal ini sangan berbeda ketika kaum muda kita berjuang dengan jiwa dan raga mereka. Mereka berjuang dengan kapasitas yang dimiliki dan semaksimal yang bisa dilakukan. Dan, itu hanya untuk memerdekakan Indonesia, dan juga agar anak cucu mereka bisa menikmati kemerdekaan yang mungkin belum mereka rasakan kala itu.
Oleh karenanya, momentum Sumpah Pemuda yang kita peringati setiap tanggal 28 Okteober, kita usahakan menjadi perenungan diri. Bahwa, jiwa dan raga yang telah tiada sekarang ini, demi membela tanah airnya Indonesia, hanya bertujuan memerdekakan bangsa ini dari para penjajah.
Sudahkah kita berbenah dan memandang sebuah permasalahan dengan baik dan perjuangan maksimal. Maka, perjuangan 28 Oktober 1928 kala itu, merupakan salah satu momentum sejarah yang mampu menggerakan kaum muda untuk bahu-membahu membangun Indonesia sekarang ini. Dengan begitu kita mengetahui apa arti pengorbanan jiwa dan raga para pahlawan muda kita.
Mungkin kita tidak bisa seperti para pahlawan muda kita, tapi minimal kita bisa meneruskan sedikit perjuangan mereka, untuk jiwa dan raga yang dikorbankan untuk memerdekakan bangsa ini. Mari kita lepas atribut perbedaan ini dan bersatu untuk selalu bersama dalam memperjuangkan persatuan dan kesatuan, demi kemerdekaan hakiki yang diinginkan oleh kita semua.
10 November 2011
08 November 2011
Lahirnya Internet
Dijaman sekarang ini, teknologi telah mengalami perkembangan yang cukup pesat, salah satunya adalah lahirnya internet.
Internet telah menciptakan istilah global village, istilah yang menggambarkan bahwa informasi bisa didapatkan tanpa mengenal istilah jarak dan waktu. Yang mana peristiwa yang terjadi disuatu tempat bisa diketahui oleh orang-orang yang berada jauh dari tempat peristiwa itu terjadi.
Internet juga berfungsi sebagai tempat orang-orang bertemu didunia maya, entah menggunakan jejaring sosial facebook, twitter, dan semacamnya.
Tidak hanya itu, internet juga merupakan salah satu media yang cukup cepat dan mudah dalam mengakses informasi yang dibutuhkan masyarakat. Sehingga banyak masyarakat yang merasa untung dengan adanya kemajuan teknologi ini.
Selain itu, internet juga bisa dijadikan masyarakat sebagai tempat berbagi, baik informasi, berita, peristiwa, jual-beli, dan semacamnya. Dengan begitu, pangsa pasar menjadi lebih luas dibandingkan sebelum ada internet.
Namun, dewasa kini, internet telah menjadi masalah yang cukup pelik. Karena penggunaan internet tidak selamanya baik. salah satunya adalah dalam hal memberikan informasi kepada pengguna internet. (Memberikan informasi menjadi fokus dalam tulisan ini).
Cukup banyak forum-forum yang berdiri di situs-situs sekarang ini, dan jumlahnya pun puluhan, atau ratusan, bahkan lebih. Forum tersebut sering dijadikan pengguna internet untuk berbagi informasi kepada penguna internet lainnya. Hal ini lumrah karena salah satu fungsinya adalah berbagi informasi.
Tetapi, yang menjadi masalah adalah ketika pengguna internet menyadur informasi yang tidak layak dan tidak baik di internet. Terlebih internet merupakan media yang dapat diakses oleh setiap orang. Ini penting disadari oleh para pengguna internet karena tidak semua pengguna intenet dapat mengkritisi dan bijak dalam melihat informasi-informasi yang tidak layak, yang diinformasikan kepada pengguna internet.
Informasi yang tidak baik bisa berupa, gambar-gambar kekerasan, gambar pembunuhan, gambar sadis, gambar-gambar porno, video mesum, video kekerasan, video sadis, video yang tidak layak dipublikasikan, video yang sarat akan RAS, dan semacamnya.
Tentu harus disadari, banyak hal tersebut yang beredar diinternet. Akibatnya, banyak dari kita merasa ngeri dan takut ketika melihat informasi tersebut. Lalu bayangkan bila ada pengguna internet yang masih dibawah umur melihat hal tersebut. Tentu ini menjadi catatan bagi kita agar bisa lebih kritis dan lebih baik lagi dalam memberikan informasi diinternet.
Memberikan informasi diinternet sebaiknya tidak memberikan informasi yang mentah dan tanggung karena akan berdampak kebingungan dan "loncat-loncat" dalam pemahaman sebuah informasi. Oleh karenanya jangan memberikan informasi bila informasi tersebut justru menimbulkan sebuah kebingungan dan kengerian.
Bila perlu, mari kita berbagi informasi yang mendidik dan dapat memajukan kakarkter saudara-saudara kita ke arah yang lebih baik lagi. Yaitu dengan memberikan informasi yang baik dan tidak mengundang provokasi, serta memberikan informasi yang lengkap dan indah, agar bangsa kita menjadi bangsa yang beradab dan terdidik.
Internet telah menciptakan istilah global village, istilah yang menggambarkan bahwa informasi bisa didapatkan tanpa mengenal istilah jarak dan waktu. Yang mana peristiwa yang terjadi disuatu tempat bisa diketahui oleh orang-orang yang berada jauh dari tempat peristiwa itu terjadi.
Internet juga berfungsi sebagai tempat orang-orang bertemu didunia maya, entah menggunakan jejaring sosial facebook, twitter, dan semacamnya.
Tidak hanya itu, internet juga merupakan salah satu media yang cukup cepat dan mudah dalam mengakses informasi yang dibutuhkan masyarakat. Sehingga banyak masyarakat yang merasa untung dengan adanya kemajuan teknologi ini.
Selain itu, internet juga bisa dijadikan masyarakat sebagai tempat berbagi, baik informasi, berita, peristiwa, jual-beli, dan semacamnya. Dengan begitu, pangsa pasar menjadi lebih luas dibandingkan sebelum ada internet.
Namun, dewasa kini, internet telah menjadi masalah yang cukup pelik. Karena penggunaan internet tidak selamanya baik. salah satunya adalah dalam hal memberikan informasi kepada pengguna internet. (Memberikan informasi menjadi fokus dalam tulisan ini).
Cukup banyak forum-forum yang berdiri di situs-situs sekarang ini, dan jumlahnya pun puluhan, atau ratusan, bahkan lebih. Forum tersebut sering dijadikan pengguna internet untuk berbagi informasi kepada penguna internet lainnya. Hal ini lumrah karena salah satu fungsinya adalah berbagi informasi.
Tetapi, yang menjadi masalah adalah ketika pengguna internet menyadur informasi yang tidak layak dan tidak baik di internet. Terlebih internet merupakan media yang dapat diakses oleh setiap orang. Ini penting disadari oleh para pengguna internet karena tidak semua pengguna intenet dapat mengkritisi dan bijak dalam melihat informasi-informasi yang tidak layak, yang diinformasikan kepada pengguna internet.
Informasi yang tidak baik bisa berupa, gambar-gambar kekerasan, gambar pembunuhan, gambar sadis, gambar-gambar porno, video mesum, video kekerasan, video sadis, video yang tidak layak dipublikasikan, video yang sarat akan RAS, dan semacamnya.
Tentu harus disadari, banyak hal tersebut yang beredar diinternet. Akibatnya, banyak dari kita merasa ngeri dan takut ketika melihat informasi tersebut. Lalu bayangkan bila ada pengguna internet yang masih dibawah umur melihat hal tersebut. Tentu ini menjadi catatan bagi kita agar bisa lebih kritis dan lebih baik lagi dalam memberikan informasi diinternet.
Memberikan informasi diinternet sebaiknya tidak memberikan informasi yang mentah dan tanggung karena akan berdampak kebingungan dan "loncat-loncat" dalam pemahaman sebuah informasi. Oleh karenanya jangan memberikan informasi bila informasi tersebut justru menimbulkan sebuah kebingungan dan kengerian.
Bila perlu, mari kita berbagi informasi yang mendidik dan dapat memajukan kakarkter saudara-saudara kita ke arah yang lebih baik lagi. Yaitu dengan memberikan informasi yang baik dan tidak mengundang provokasi, serta memberikan informasi yang lengkap dan indah, agar bangsa kita menjadi bangsa yang beradab dan terdidik.
Peringatan Untuk Bersatu
Menjelang 28 Oktober 2011, banyak dari kita semua melakukan berbagai kegiatan yang bertema 'Pemuda'. Ya, tanggal 28 Oktober adalah hari peringatan Sumpah Pemuda. Hari dimana para pemuda, pada tanggal 28 Oktober 1928, mengikrarkan kalimat yang mampu mempersatukan dan bersatunya kaum muda untuk memerdekakan Indonesia dari tangan penjajah. Dan kemerdekaan Indonesia dibayar dengan sangat mahal, yaitu jiwa dan raga para pahlwan kita. Kunci dari kemerdekaan kita adalah bersatu.
Keanekaragaman yang dimiliki bangsa kita menjadikan kita berbeda satu sama lainya. Indonesia pun terkenal dengan Bhineka Tunggal Ika, berbeda tapi kita satu. Namun, meski kita berbeda, kita mampu menang melawan para penjajah kala itu karena kita bersatu padu mengusir penjajah dari tanah air Indonesia. Bahkan dengan persenjataan yang kalah hebat dengan yang dimiliki penjajah, kita tetap mampu merebut kemerdekaan Indonesia.
Dari Sabang hingga Merauke, seruan bersatu untuk memerdekakan Indonesia pun bergemuruh. Setiap orang, baik yang tua hingga muda keluar dan berjuang melawan para penjajah. Alhasil, Indonesia mampu merdeka dengan berbasis persatuan.
Keanekaragaman yang dimiliki Indoneisa sebenarnya berpotensi baik dan mengarah kepada pembangunan yang dapat menyejahterakan semua lapisan di Indonesia. Ini terbukti dari merdekanya bangsa kita dengan semangat persatuan dan kesatuan.
Namun, dewasa kini, rasa persatuan dan kesatuan yang dimiliki bangsa kita kian memudar. Anak muda, yang salah satu elemen yang ada di Indonesia pun kian melupakan rasa persatuan dan kesatuan. Padahal, persatuan dan kesatuan mampu mengantarkan kita kepada tujuan yang menjadi keinginan bersama. Salah satunya adalah kemerdekaan.
Persatuan dan kesatuam adalah modal besar yang mampu mengkokohkan Indonesia sebagai bangsa yang kuat dimata bangsa lain. Sewajarnya kita tetap mengidentitaskan diri bangsa kita sebagai bangsa yang berbasis persatuan dan kesatuan karena dengan begitu, maka setiap tujuan yang hendak digapai bukan lagi sebuah mimpi tetapi akan menjadi sebuah kenyataan.
Diibaratkan, sebuah lidi akan mudah dipatahkan, namun tidak deimikian dengan lidi banyak yang berkumpul. Maka, seyogyanya persatuan dan kesatuan tetap ada didiri kita sekarang ini, sebagai salah satu cara meneruskan perjuangan yang dilakukan oleh para pahlawan muda kita.
Namun, potret dilapangan sekarang ini, persatuan tidak lagi dikedepankan dan dominan. Perbedaan lebih dominan dan menjadi isu hangat yang mampu membuat konflik didalam masyarakat. Persatuan yang semakin tergerus karena banyak hal kini tidak mampu membendung permasalhan yang semakin krusial. Baik tentang agama, sosial, maupun ekonomi.
Kepentingan golongan pun membuat suasana era sekarang semakin memanas. Terlebih, penggerusan uang negara yang masuk kekantong pribadi membuat bangsa ini dihadapkan dengan permasalahan yang multidimensi dan multitafsir. Alhasil, perbedaan yang ditonjolkan sebagai atribut individu masing-masing semakin meruncingkan permasalahan yang ada.
Tidak lain, ini karena perbedaan lebih ditonjolkan untuk kemenangan ego masing-masing. Padahal, kepentingan masing-masing tersebut akan memancing gesekan kuat didalam masyarakat dan berakibat kepada konflik frontal yang sistematis dan prosedural.
Tetapi, yang menjadi korban dalam hal ini adalah rakyat yang tidak mengerti apa-apa, dalam hal ini rakyat berharap akan ada perubahan nyata dan sgnificant terkait kesejahteraan yang rakyat inginkan. Namun, kepentingan yang semakin raksasa dan liar telah membuat rakyat hanya menjadi komoditas kepentingan berbasis perbedaan.
Padahal, bila semua lapisan masyarakat dari mulai masyarakat bawah hingga presiden mampu merealisasikan persatuan dan kesatuan dinegeri ini, niscaya berat sama dipikul ringan sama dijinjing akan ada di Indonesia.
Oleh karenanya, peringatan 28 Oktober yang kita peringati sebagai hari Sumpah Pemuda, mari kita jadikan momentum baik untuk merenungkan dan merealisasikan persatuan dan kesatuan, demi mewujudkan perjuangan kemerdekaan yang hingga sekarang terbelenggu dengan penjajahan yang berbasis kepada pemikiran.
Keanekaragaman yang dimiliki bangsa kita menjadikan kita berbeda satu sama lainya. Indonesia pun terkenal dengan Bhineka Tunggal Ika, berbeda tapi kita satu. Namun, meski kita berbeda, kita mampu menang melawan para penjajah kala itu karena kita bersatu padu mengusir penjajah dari tanah air Indonesia. Bahkan dengan persenjataan yang kalah hebat dengan yang dimiliki penjajah, kita tetap mampu merebut kemerdekaan Indonesia.
Dari Sabang hingga Merauke, seruan bersatu untuk memerdekakan Indonesia pun bergemuruh. Setiap orang, baik yang tua hingga muda keluar dan berjuang melawan para penjajah. Alhasil, Indonesia mampu merdeka dengan berbasis persatuan.
Keanekaragaman yang dimiliki Indoneisa sebenarnya berpotensi baik dan mengarah kepada pembangunan yang dapat menyejahterakan semua lapisan di Indonesia. Ini terbukti dari merdekanya bangsa kita dengan semangat persatuan dan kesatuan.
Namun, dewasa kini, rasa persatuan dan kesatuan yang dimiliki bangsa kita kian memudar. Anak muda, yang salah satu elemen yang ada di Indonesia pun kian melupakan rasa persatuan dan kesatuan. Padahal, persatuan dan kesatuan mampu mengantarkan kita kepada tujuan yang menjadi keinginan bersama. Salah satunya adalah kemerdekaan.
Persatuan dan kesatuam adalah modal besar yang mampu mengkokohkan Indonesia sebagai bangsa yang kuat dimata bangsa lain. Sewajarnya kita tetap mengidentitaskan diri bangsa kita sebagai bangsa yang berbasis persatuan dan kesatuan karena dengan begitu, maka setiap tujuan yang hendak digapai bukan lagi sebuah mimpi tetapi akan menjadi sebuah kenyataan.
Diibaratkan, sebuah lidi akan mudah dipatahkan, namun tidak deimikian dengan lidi banyak yang berkumpul. Maka, seyogyanya persatuan dan kesatuan tetap ada didiri kita sekarang ini, sebagai salah satu cara meneruskan perjuangan yang dilakukan oleh para pahlawan muda kita.
Namun, potret dilapangan sekarang ini, persatuan tidak lagi dikedepankan dan dominan. Perbedaan lebih dominan dan menjadi isu hangat yang mampu membuat konflik didalam masyarakat. Persatuan yang semakin tergerus karena banyak hal kini tidak mampu membendung permasalhan yang semakin krusial. Baik tentang agama, sosial, maupun ekonomi.
Kepentingan golongan pun membuat suasana era sekarang semakin memanas. Terlebih, penggerusan uang negara yang masuk kekantong pribadi membuat bangsa ini dihadapkan dengan permasalahan yang multidimensi dan multitafsir. Alhasil, perbedaan yang ditonjolkan sebagai atribut individu masing-masing semakin meruncingkan permasalahan yang ada.
Tidak lain, ini karena perbedaan lebih ditonjolkan untuk kemenangan ego masing-masing. Padahal, kepentingan masing-masing tersebut akan memancing gesekan kuat didalam masyarakat dan berakibat kepada konflik frontal yang sistematis dan prosedural.
Tetapi, yang menjadi korban dalam hal ini adalah rakyat yang tidak mengerti apa-apa, dalam hal ini rakyat berharap akan ada perubahan nyata dan sgnificant terkait kesejahteraan yang rakyat inginkan. Namun, kepentingan yang semakin raksasa dan liar telah membuat rakyat hanya menjadi komoditas kepentingan berbasis perbedaan.
Padahal, bila semua lapisan masyarakat dari mulai masyarakat bawah hingga presiden mampu merealisasikan persatuan dan kesatuan dinegeri ini, niscaya berat sama dipikul ringan sama dijinjing akan ada di Indonesia.
Oleh karenanya, peringatan 28 Oktober yang kita peringati sebagai hari Sumpah Pemuda, mari kita jadikan momentum baik untuk merenungkan dan merealisasikan persatuan dan kesatuan, demi mewujudkan perjuangan kemerdekaan yang hingga sekarang terbelenggu dengan penjajahan yang berbasis kepada pemikiran.
06 November 2011
Mungkin ini Prinsip Ekonomi Kita
Naiknya harga kebutuhan bahan pokok menjelang puasa, ketika puasa dan menjelang hari raya lebaran sepertinya sudah bukan hal baru lagi bagi masyarakat kita. Hampir semua harga-harga melonjak, belum lagi bahan makanan, seperti cabai, bawang, telur daging, dan lain-lain. Tentu ini berakibat kerugian bagi masyarakat. Pasalnya sebelum puasa, harga tetap normal dan tidak ada kenaikan berarti. Akhirnya, banyak masyarakat yang kesulitan dalam membeli bahan pokok.
Kenaikan harga-harga disinyalir karena tersendatnya pasokan bahan-bahan pokok dari penyalur kepada penjual sehingga bahan-bahan pokok langka dan berakibat harga tersebut naik. Ini sama dengan prinsip ekonomi, yaitu bila barang sedikit dan peminat banyak maka harga akan tinggi, sebaliknya bila barang banyak dan peminat sedikit maka harga akan rendah, dan hal itu terjadi dinegeri kita. Sayangnya, hal tersebut terjadi ketika menjelang dan dihari-hari besar, seharusnya hal demikian dipermudah dan dipermurah untuk kelancaran aktivitas dan kekhusyuan hari-hari besar itu.
Kenaikan harga-harga akibat tersendatnya pasokan bahan-bahan pokok juga tidak diketahui asal-usulnya, para pedagang pun sebenarnya tidak menginginkan kenaikan harga karena berdampak penurunan omset penjualan mereka karena banyak pembeli yang ikut berpuasa berbelanja seblum puasa sebenarnya dibulan Ramadhan.
Akhirnya masyarakat lagi-lagi menyalahkan pemerintah dalam hal ini, dikarenakan tidak mampu menstabilkan harga bahan pokok pada hari-hari besar, terutama menjelang puasa. Para penjual pun menyayangkan tindakan yang terjadi dipihak penyalur karena sering memberi alasan bahwa bahan pokok banyak yang busuk atau para petani kesulitan dalam memanen bahan pokok.
Yang menjadi pertanyaan, mengapa selalu terjadi ketika menjelang bulan puasa dan nantinya ketika menjelang hari raya lebaran? Tentu ini menjadi polemik dari tahun ke tahun.
pemerintah yang memiliki wewenang dalam hal ini, seharusnya bisa mengendalikan harga dengan baik, dan mencari tahu asal-usul hingga akar penyebab tersendatnya bahan pokok sampai kepada penjual. Karena dengan begitu harga bisa dikendalikan dengan baik, dan ada keuntungan timbal balik antara masyarakat dan penjual.
Bila perlu, kenakan sanksi tegas kepada mereka yang bermain dalam menaikan harga dan menghambat penyalur menyalurkan bahan kepada penjual. Hal tersebut pantas dilakukan, karena hal ini selalu terjadi dari tahun ke tahun, sudah sepantasnya pemerintah benar-benar merealisasikan penyelesaianya.
Jika perlu, dinas-dinas pemerintahan yang terkait, melakukan sidak dan investigasi dari penjual, penyalur hingga ke petani, agar menemukan sumber darimana asal muasal tidak terkendalinya harga tersebut.
Bersama Atasi Kejahatan Dalam angkot
MEREBAKNYA kasus kejahatan di angkot, sepertinya menjadi gambaran, bahwa pelayanan transportasi umum, tidak hanya mengecewakan tapi juga mengerikan. Pasalnya, sudah dua kali kasus kejahatan terjadi ketika seseorang menggunakan jasa transportasi umum. Dan, mungkin dua kali itu hanya bilangan yang menjadi sorotan media saja, tentu masih banyak kasus-kasus tentang moda transportasi yang digunakan oleh banyak orang ini. Sungguh ironi, moda transportasi yang sangat besar peminatnya ini, kini ditakutkan menjadi ladang subur kejahatan.
Adanya sopir “tembak”, dan kurangnya pengawasan yang dipegang Dinas Perhubungan dan kepolisian dianggap beberapa penyebab terjadinya kejahatan yang terjadi di moda transportasi ini. Namun, bukan berarti hal ini menjadi tanggung jawab penuh pemerintah. Hal ini juga berlaku bagi kita selaku masyarakat.
Selayaknya ketika mengunakan angkot atau moda transportasi umum, seseorang diharap tidak menggunakan perhiasan yang berlebihan, atau mengeluarkan barang-barang mewah ketika di dalam angkot karena akan mengundang para penjahat mengincar Anda sebagai korbanya.
Perempuan, yang dalam hal ini adalah pihak yang lebih sering menjadi korban tindak kejahatan diangkot, juga harus lebih berhati-hati. Karena kejahatan, terkadang terjadi karena adanya kesempatan, dan adanya undangan dari perempuan itu sendiri, seperti memakai pakaian ketat, tipis, dan ekstramini sehingga membuat seseorang meningkat hawa nafsunya, dan ini ditakutkan dapat memicu tindak kejahatan.
Oleh karena itu, adanya pengawasan dari Dinas Perhubungan dan pihak kepolisian serta adanya kesadaran dari diri sendiri dengan tidak berlebihan dalam memakai busana dan tidak mengeluarkan barang-barang berharga ketika di dalam angkot, merupakan wujud yang harus kita lakukan sebagai rangka kebersamaan menghancurkan rantai kejahatan yang ada di dalam angkot.
Adanya responsif yang cepat dan akurat diharapkan datang dari Dinas Perhubungan dan kepolisian dalam menindak setiap tindak kejahatan di dalam angkot. Bila perlu, masyarakat selalu membawa alat antikejahatan di dalam tasnya, untuk sewaktu-waktu bila terjadi kejahatan. Jangan takut melapor kepada polisi bila ada tindakan kejahatan yang menimpa seseorang. Hingga akhirnya, kejahatan didalam angkot dapat diminimalisasi.
Angga Bratadharma
Jakarta
(Dimuat media, Lampung Post, tanggal Jumat, 23 September 2011)
Indonesia Bisa
INDONESIA menjadi tuan rumah SEA Games tahun ini, tentu ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi kita. Indonesia diharapkan mampu menjadi juara di berbagai cabang. Rakyat Indonesia tentu optimis. Meski dalam perjalanan menjadi tuan rumah Indonesia dihadapi dalam berbagai masalah, baik dugaan korupsi pengadaan atribut SEA Games, pembangunan wisma atlet, maupun lambatnya pembangunan berbagai infrastruktur. Rakyat optimistis atlet Indonesia mampu mengharumkan nama bangsa.
Ini terbukti dari pengalaman sebelumnya, ketika timnas ke final melawan Malaysia. Kala itu bangsa Indonesia menghadapinya dengan euforia di seluruh lapisan.
Ini terbukti dari pengalaman sebelumnya, ketika timnas ke final melawan Malaysia. Kala itu bangsa Indonesia menghadapinya dengan euforia di seluruh lapisan.
Di SEA Games mendatang, kita harus lebih optimistis karena kita memiliki atlet-atlet yang luar biasa berprestasi, dan memiliki potensi untuk mengharumkan nama Indonesia di mata internasional. Maju Indonesia, kita pasti bisa!!!
Angga Bratadharma
Bekasi
(Dimuat Media, Fokus Publik, Republika, tanggal 3 November 2011)
UU Penaikan Tarif Tol dan UU Peningkatan Jasa Tol
PENAIKAN tarif tol (lagi) sepertinya menjadi masalah baru bagi masyarakat, terutama mereka yang menggunakan jasa tol. Banyak masyarakat menggunakan jasa tol untuk menghindari kesemrawutan jalan di Kota Jakarta.
Namun, penaikan tarif tol itu dirasa tidak memiliki alasan yang kuat meski dalam hal ini dikaitkan dengan peningkatan inflasi yang terjadi. Penaikan itu tidak dibarengi dengan perbaikan budaya organisasi yang baik dan pelayanan infrastruktur yang memadai. Ironisnya.-tidak jarang mobil yang mogok di dalam tol harus berhadapan dengan derek liar. Belum lagi beberapa bagian jalan tol bergelombang dan penambal-an-penambalan jalan justruberdampak ketidaknyamanan dalam berkendara.
Memang penaikan tarif tol sesuai dengan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, yakni penaikan tarif tol dilakukan setiap dua tahun dan disesuaikan dengan inflasi. Penaikan dilakukan untuk mempertahankan internal rate of return atau pengembalian investasi.
Namun, jika dilihat dari kesemrawutan jalan di Kota Jakarta, tentu para pengguna jasa tol menginginkan perubahan dan peningkatan kenyamanan juga. Tidak hanya tarif tol, tetapi internal organisasi dalam melayani masyarakat. Bila tidak, bagaimana masyarakat bisa dire-dam dan mulut mereka ditutup hanya dengan mengatasnamakan rakyat?
Di era sekarang, sewajarnyamasyarakat menjadi salah satu pengawas dalam usaha negara membangun dan menyejahterakan rakyatnya. Oleh karena itu, tidak adil rasanya bila hanya tarif tol yang dinaikkan tanpa ada perbaikan signifikan terhadap budaya organisasi pengelola tol.
Sungguh bijak bila pemerintah juga ikut mendengar aspirasi masyarakat tentang keluhan-keluhan terkait dengan kepuasan penggunaan jasa tol. Syukur-syukur, bila inflasi turun, terjadi penurunan tarif tol juga.
Namun, yang menjadi fokus ialah bagaimana pemerintah bisa meningkatkan kualitas kinerja dalam segala aspek, tentu dalam hal peningkatan jasa tol.
Angga Bratadharma
Bekasi
(Dimuat Media, Opini Publik, Media Indonesia, tanggal 12 September 2011)
Pendidikan Bekal Penting
Pendidikan, merupakan bekal penting yang harus dimiliki dari kita semua selaku generasi bangsa ini. Namun, banyak dari kita tidak bisa merasakan pendidikan secara penuh dikarenakan berbagai macam masalah yang dihadapi. Tetapi, banyak dari kita mampu merasakan pendidikan secara penuh tapi kita sia-siakan.
Potret dilapangan, lebih dari 50% lebih, saudara-saudara kita tidak bisa merasakan pendidikan secara penuh. Bahkan, program 9 tahun pun tidak mampu didapatkan oleh mereka sebagai keluarga prasejahtera.
Ini dikarenakan banyaknya permasalahan hidup dinegeri ini. Masalah ekonomi, biasanya menjadi alasan utama saudara-saudara kita. Parahnya, program 9 tahun, yang menjadi kebijakan pemerintah untuk menggratiskan pendidikan hingga tingkat SMA, tidak mampu merealisasikan generasi bangsa ini dalam membumihanguskan kebodohan.
Didalam kebijakan tersebut pun, masih banyak intrik-intrik kepalsuan dan pungutan-pungutan liar yang siap menghadang para murid dan wali murid. Alhasil, banyak dari keluarga prasejahtera tidak mampu melanjutkan pendidikanya.
Namun, dari itu semua, sadarkah kita, banyak dari kita telah menyia-nyiakan pendidikan. terutama, banyak dari kita termasuk kedalam kategori keluarga mampu. Bahkan, kita bisa melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi lagi. Tetapi, kita lebih sering menyia-nyiakan pendidikan kita.
Padahal, masih banyak saudara kita yang ingin bersekolah atau merasakan pendidikan tetapi terhambat faktor lain sehingga tidak bisa merasakan nikmatnya pendidikan. Tetapi tidak deimikian dengan keluarga mampu tapi menyia-nyiakan pendidikanya.
Tentu ini berada disatu mata keping uang, satu sisi ingin sekolah tapi tidak memiliki uang, sisi lain menyia-yiakan pendidikan tapi masuk kedalam kategori keluarga mampu.
Entah apa yang menyebabkan hal itu terjadi. Apakah kapitalis dan liberal yang dianut negara ini, menjadikan kita lupa kepada saudara kita yang tidak mampu mengenyam pendidikan?, ataukah kita telah terbuai dengan berlimpahnya harta sehingga merasa mampu membeli apa saja didunia ini? Mungkin masing-masing individu bisa menyikapi masing-masing.
fokus dalam hal ini adalah, mengapa banyak dari kita menyia-nyiakan pendidikan. Padahal, banyak dari saudara kita yang tidak mampu mengenyam pendidikan, menginginkan nikmatnya penddikan.
Oleh karenanya, pendidikan, tempat ditempanya mahluk intelektual, seharusnya bisa menjadi tempat dihasilkannya insan yang peka akan masalah sosial yang terjadi dilingkungan sekitar. Terlebih, bermunculan manusia yang mampu berjuang untuk mereka yang tidak mampu mengenyam pendidikan.
Sebagai manusia yang diberikan kesempatan untuk mengenyam pendidikan, mari kita pergunakan kesempatan itu dengan baik. Karena dengan adanya pendidikan, maka kita bisa melanjutkan kehidupan ini dengan baik dan terarah sesuai tuntunan yang positif.
Maka, saudaraku, mari kita maksimalkan pendidikan yang kita rasakan, dengan tidak menyia-nyiakan pendidikan yang kita dapatkan sekarang. Karena banyak diluar sana yang tidak bisa mengenyam pendidikan karena terbentur berbagai masalah yang ada.
09 Oktober 2011
Penyakit Moral
Fenomena alam yang sering terjadi, terutama yang terjadi di Indonesia adalah sebuah bukti keberadaan dan kebesaran yang dimiliki sang Khalik, yaitu Allah SWT. Fenomena yang terjadi, mulai dari awan yang berlafaz Allah, laa illa ha illallah, Muhammad SAW, langit terbelah, pelangi, gempa, dan semacamnya adalah sebuah keagungan dan kekuasaan yang dimiliki Allah. Dan sepatutnya kita mengaggungkanya dengan baik tanpa menempelkan stempel yang menyimpang.
Maksudnya adalah kita tidak melihat itu sebagai sesuatu yang berlebihan, dan berorientas kepada mengesakan Allah SWT.
Mengapa demikian? Karena potret di bangsa ini, masih banyak saudara-saudara kita yang mengaitkan fenomena alam dengan sesuatu yang menyimpang. Hal ini bisa kita lihat dari tayangan dibeberapa media massa, kita akan menemukan sekelompok orang akan memberikan sesajen kepada suatu penunggu daerah, entah gunung, danau ataupun semcamnya, agar daerahnya tentram, batu yang disambar petir dan diyakini dapat menyembuhkan berbagai penyakit, tentu tanpa memperhitungkan nilai logika dan rasionalitas, air yang menyembur dari batu, diyakini dapat membawa kekayaan, dan semacamnya yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.
Hal ini sangat disayangkan. Karena hal itu telah menyimpang jauh dari kebenaran logika dan rasional manusia. Padahal, terdapat sunatullah yang jelas dalam penciptaan yang telah Allah SWT ciptakan. Yang mana keseluruhanya telah tertata dengan sempurna dan rapih sehingga tidak ada sesuatu yang terjadi tanpa adanya sepengetahuan Allah SWT. Oleh karenanya, pasti terdapat proses panjang dan adanya penyertaan doa dan kerja keras dalam mencapai suatu tujuan yang hendak dicapai individu, yaitu kebahagiaan yang hakiki.
Jad, fenomena alam yang terjadi, yang populer dalam masyarakat kita, tidak lain semata-mata merupakan kebesaran Allah SWT, maka sewajarnya kita melihat hal tersebut dengan baik, dan tidak mengaitkan dengan sesuatu yang buruk, dan berdampak kepada lunturnya suatu keimanan.
Maraknya mengaitkan fenomena alam, berupa gempa bumi, batu yang diyakini menyembuhkan, mata air yang membawa kekayaan, binatang yang membawa kekayaan, dan semacamnya, merupakan penyinpangan yang terjadi karena proses ketidakberhasilan pemerintah dalam memberdayakan rakyatnya dalam hal mensejahterakan.
Ketidakmerataan kesejahteraan yang didapatkan masyarakat, berimplikasi kepada sakitnya moral bangsa kita sehingga melunturkan nilai-nilai moral yang telah Allah SWT tetapkan dan logika serta rasional manusia yang diberikan Allah SWT kepada manusia.
Alhasil, berdasar sugesti terhadap suatu fenomena alam ini, menjadikan manusia tertipu dayanya oleh bisikan dan tidak kuatnya pilar keimanan yang dimiliki individu. Ini merupakan tugas berat bagi pemerintah dan masyarkat.
Oleh karena itu, diharapkan masyarkat tidak meyakini suatu fenomena alam dengan mengaitkan kepada sesuatu yang menyimpang dari nilai-nilai mulia dan logika berpikir. Setiap individu diharap mampu membredel pemikiran yang ditakutkan mentuhanka sesuatu yang lain selain Allah SWT.
Dalam suatu analisis, individu yang meyakini hal-hal yang kaitanya dengan mistik, terdapat suatu keinginan untuk membenarkan mistis tersebut, dan nantinya dijadikan nilai-nilai dalam kehidupanya. Bahkan, parahnya bisa menjadi sebuah budaya didalam suatu kelompok.
Lemahnya pendidikan, pengetahuan, ajaran logika rasional yang wajar, dan tidak masuknya pembelajaran agama dalam suatu kehidupan secara masif dan preventif, disinyalir menjadi penyebab timbulnya penyakit moral. Hingga akhirnya, lebih mengedepankan emosi tanpa pikiran kritis.
Tentu ini telah menjadi budaya berpikir masyarkat kita. Dan hal ini sangat disayangkan, oleh sebab itu harus ada pelurusan ahlak dan pembentukan karakter berbasis agama dalam membenahi penyakit yang timbul dimasyarakat kita.
Harus kita sadari, bahwasnya terdapat sebab-akibat dalam kehidupan ini. Dan, sunatullah yang Allah ciptakan bersifat pasti dan objektif. Maka, bila seseorang ingin sukses dalam hidupnya, diharapkan sadar akan potensi yang dimilikinya dan memberdayakan serta berusaha untuk mewujudkan harapan tersebut sesuai dengan kaidah yang berlaku. Hal itu juga berlaku dengan yang lainnya, bila seseorang ingin pintar, maka belajar. Jika ingin kaya, maka berusaha dan berdoa, dan seterusnya.
Adanya penyakit moral yang terjadi terkait fenomena alam ini, harus dikritisi dengan baik, dan jangan menelan bulat-bulat informasi yang tidak terbukti kebenaranya atau menyimpang dari ajaran Allah dan Rasul Allah. Maka, adanya pendidikan nilai-nilai dan pemenuhan kebutuhan secara fisik dan spritual yang benar, diharapkan muncul dari setiap individu dan pemerintah selaku pemegang otoritas dalam negara ini. Untuk saling mengisi kekosongan antara individu.
Dengan tujuan itu, diharap dapat menyembuhkan penyakit moral yang terjadi terkait fenomena alam yang terjadi. Karena fenomena yang terjadi, semata-mata merupakan kebesaran Allah SWT. Bukan karena adanya kekuatan lain tanpa seizin-Nya.
08 Oktober 2011
Agen perubahan atau kepentingan menyimpang.
Mahasiswa merupakan agen perubahan yang diharap dapat merubah sebuah fenomena sosial yang terjadi, ke arah penyelesaian masalah yang lebih positif, dan berdampak kepada kebaikan untuk hajat orang banyak. Namun, tidak jarang sekarang ini, makna agen perubahan telah menjadi multitafsir dengan tujuan yang berbeda.
Sebut saja mahasiswa yang sering melakukan unjuk rasa terkait ketidaksamaan persepsi, terkait kebijakan yang diambil suatu instansi ataupun pemerintah. Bila dirasa terjadi keberpihakan kepada sebuah golongan, dan merugikan hajat orang banyak, maka tidak jarang, hal itu menjadi awal mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa, tentu dengan mengatasnamakan aspirasi rakyat.
Ironinya, tidak jarang aksi tersebut berubah menjadi aksi anarkis yang dilakukan oleh para agen perubahan. Padahal, hal itu sangat disayangkan oleh banyak pihak, terlebih emblem mahasiswa yang melekat adalah seorang yang memiliki tugas belajar, bukan untuk melakukan tindakan anarkis.
Kalaupun fungsinya sebagai agen perubahan, maka mahasiswa mempunyai tugas sebatas institusi keilmuan dan implementasi keilmuan tersebut, terutama dalam bidang ilmu yang digeluti maupun membantu didalam masyarakat itu sendiri.
Tetapi potret dilapangan sekarang ini, masih marak terdengar para mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa tanpa ada komunikasi terlebih dahulu dari agen perubahan, perihal sesuatu yang dianggap mereka adalah sebuah permasalahan. Dan tidak jarang, aksi tersebut berakhir anarkis.
Terlebih, mereka yang melakukan politik praktis didalam kampus. Padahal hal itu telah diluar jalur mereka sebagai seorang yang memiliki tugas belajar. Namun demikian, bukan berarti hal tersebut dikatakan salah karena hal tersebut memang dilakukan sesuai dengan kondisi dan situasi yang ada pada saat itu.
Tetapi, yang ditekankan disini adalah bagaimana para agen perubahan mampu berkomunikasi dengan bijak, sesuai dengan emblem yang melekat kepada mahasiswa, yaitu para intelektual, dalam mengeluarkan aspirasi mereka terkait masalah yang sedang terjadi. Alangkah indah bila seperti pepatah, yaitu katakan dengan bunga.
Jadi, sungguh indah bila para agen perubahan melakukan aksi protes mereka, dengan berkomunikasi secara santun terlebih dahulu. Berpikir secara matang dalam memandang suatu perihal, dan tidak melakukan aksi yang justru melecehkan agen perubahan itu sendiri.
Karena tidak jarang dari para agen perubahan, telah melecehkan almameter mereka sendiri sebagai agen perubahan dikarenakan melakukan aksi-aksi kekerasan dan tindakan anarkis, terlepas dari adanya konflik yang terjadi.
Dirasa bijak bila para agen perubahan mampu menahan emosi mereka, dan berpikir kritis berdasar intelektualitas terhadap permasalahan yang sedang dihadapi. Karena agen perubahan merupakan ujung tombak perubahan dinegeri ini, bila agen perubahan telah menyimpang dalam melakukan tugas dan fungsinya, baik didalam institusi keilmuan dan masyarakat, maka ditakutkan akan terjadi perubahan yang tidak bertanggung jawab.
Alhasil, agen perubahan sekarang ini dipertanyakan banyak pihak karena lebih sering terlihat sebagai mesin perang dan mesin kekerasan dalam menjalankan fungsinya dimasyarakat. Terlebih, adanya tunggangan yang menjadikan para agen perubahan ini sebagai mesin politik suatu kepentingan. Maka, harus ada pengkritisan terlebih dahulu terhadap suatu pandangan, agar para agen perubahan tidak dijadikan mesin kepentingan untuk mereka yang berkepentingan.
Oleh karenanya, sebagai agen perubahan yang bijak, dan bergerak sesuai dengan aturan, para agen perubahan diharap saling mengisi kekosongan untuk merubah cara pandang agen perubahan yang menyimpang, yaitu agen perubahan yang lebih mudah disebut sebagai agen kepentingan menyimpang.
Dengan begitu, diharapkan terjadinya perubahan dari para mahasiswa dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai agen perubahan, tentu dengan kaidah-kaidah yang ada. Hingga akhirnya, tidak ada lagi aksi-aksi unjuk rasa yang berahkir anarkis.Namun, terciptanya iklim komunikasi yang baik antara siapa dengan siapa terkait permasalahan yang ada
Sebut saja mahasiswa yang sering melakukan unjuk rasa terkait ketidaksamaan persepsi, terkait kebijakan yang diambil suatu instansi ataupun pemerintah. Bila dirasa terjadi keberpihakan kepada sebuah golongan, dan merugikan hajat orang banyak, maka tidak jarang, hal itu menjadi awal mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa, tentu dengan mengatasnamakan aspirasi rakyat.
Ironinya, tidak jarang aksi tersebut berubah menjadi aksi anarkis yang dilakukan oleh para agen perubahan. Padahal, hal itu sangat disayangkan oleh banyak pihak, terlebih emblem mahasiswa yang melekat adalah seorang yang memiliki tugas belajar, bukan untuk melakukan tindakan anarkis.
Kalaupun fungsinya sebagai agen perubahan, maka mahasiswa mempunyai tugas sebatas institusi keilmuan dan implementasi keilmuan tersebut, terutama dalam bidang ilmu yang digeluti maupun membantu didalam masyarakat itu sendiri.
Tetapi potret dilapangan sekarang ini, masih marak terdengar para mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa tanpa ada komunikasi terlebih dahulu dari agen perubahan, perihal sesuatu yang dianggap mereka adalah sebuah permasalahan. Dan tidak jarang, aksi tersebut berakhir anarkis.
Terlebih, mereka yang melakukan politik praktis didalam kampus. Padahal hal itu telah diluar jalur mereka sebagai seorang yang memiliki tugas belajar. Namun demikian, bukan berarti hal tersebut dikatakan salah karena hal tersebut memang dilakukan sesuai dengan kondisi dan situasi yang ada pada saat itu.
Tetapi, yang ditekankan disini adalah bagaimana para agen perubahan mampu berkomunikasi dengan bijak, sesuai dengan emblem yang melekat kepada mahasiswa, yaitu para intelektual, dalam mengeluarkan aspirasi mereka terkait masalah yang sedang terjadi. Alangkah indah bila seperti pepatah, yaitu katakan dengan bunga.
Jadi, sungguh indah bila para agen perubahan melakukan aksi protes mereka, dengan berkomunikasi secara santun terlebih dahulu. Berpikir secara matang dalam memandang suatu perihal, dan tidak melakukan aksi yang justru melecehkan agen perubahan itu sendiri.
Karena tidak jarang dari para agen perubahan, telah melecehkan almameter mereka sendiri sebagai agen perubahan dikarenakan melakukan aksi-aksi kekerasan dan tindakan anarkis, terlepas dari adanya konflik yang terjadi.
Dirasa bijak bila para agen perubahan mampu menahan emosi mereka, dan berpikir kritis berdasar intelektualitas terhadap permasalahan yang sedang dihadapi. Karena agen perubahan merupakan ujung tombak perubahan dinegeri ini, bila agen perubahan telah menyimpang dalam melakukan tugas dan fungsinya, baik didalam institusi keilmuan dan masyarakat, maka ditakutkan akan terjadi perubahan yang tidak bertanggung jawab.
Alhasil, agen perubahan sekarang ini dipertanyakan banyak pihak karena lebih sering terlihat sebagai mesin perang dan mesin kekerasan dalam menjalankan fungsinya dimasyarakat. Terlebih, adanya tunggangan yang menjadikan para agen perubahan ini sebagai mesin politik suatu kepentingan. Maka, harus ada pengkritisan terlebih dahulu terhadap suatu pandangan, agar para agen perubahan tidak dijadikan mesin kepentingan untuk mereka yang berkepentingan.
Oleh karenanya, sebagai agen perubahan yang bijak, dan bergerak sesuai dengan aturan, para agen perubahan diharap saling mengisi kekosongan untuk merubah cara pandang agen perubahan yang menyimpang, yaitu agen perubahan yang lebih mudah disebut sebagai agen kepentingan menyimpang.
Dengan begitu, diharapkan terjadinya perubahan dari para mahasiswa dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai agen perubahan, tentu dengan kaidah-kaidah yang ada. Hingga akhirnya, tidak ada lagi aksi-aksi unjuk rasa yang berahkir anarkis.Namun, terciptanya iklim komunikasi yang baik antara siapa dengan siapa terkait permasalahan yang ada
Media Massa Komersial yang Menyimpang
Media Massa adalah alat atau medium yang digunakan untuk mengkomunikasikan pesan kepada sejumlah besar orang. Dewasa kini, siapa yang tidak mengetahui media massa, dan siapa yang tidak menggunakan media massa. Hampir dari kita, pasti pernah dan telah menggunakan atau mengkonsumsi media massa, baik itu media cetak maupun media elektronik. Penggunaanya pun berbeda-beda, tergantung dari kebutuhan yang dimiliki masing-masing individu.
Fungsi dari media massa, terdiri dari empat aspek, yaitu menghibur, mendidik, menginformasikan dan mempengaruhi. Namun, sekarang ini fungsi yang paling menonjol dari keempat hal tersebut adalah mempengaruhi. Yang mana media massa dapat mempengaruhi khalayak baik dari proses kognitif hingga konatif.
Bahkan Didalam Ilmu Komunikasi terdapat teori hypodermik atau teori jarum suntik. Teori ini berkutat dengan menekankan bahwa khalayak dianggap pasif dan tidak berdaya akan pesan-pesan yang disampaikan oleh media massa. Dengan begitu, media massa mampu mempengaruhi khalayak dengan pesan yang disampaikanya dengan menggunakan komunikai massa.
Tetapi, seiring perkembangan ilmu pengetahuan, lahir juga teori Uses and Gratification. Teori ini mempupuskan teori jarum suntik dengan mengatakan bahwa khalayak cukup aktif dalam mengkonsumsi media massa dalam rangka memenuhi kebutuhan informasinya.
Hal ini terbukti bila melihat, seseorang pasti akan mengganti chanel tv mereka bila tayangan yang disajikan tidak sesuai dengan keinginan mereka, dan seseorang akan berhenti disuatu channel yang menurutnya sesuai dengan apa yang diinginkan. Ini cukup membuktikan bahwa seseorang atau individu memiliki kekuatan untuk menyeleksi penggunaan media massa dalam rangka memenuhi kebutuhan informasinya.
Terlepas dari kajian ilmiah yang dipaparkan. Media massa sekarang, yang telah dijabarkan fungsi-fungsinya. Kini bisa dikatakan telah menyimpang dari kaidah-kaidah yang telah ditentukan, terutama UU Penyiaran. Sedikit menyinggung, bahwasanya media massa memiliki ideologi yang berbeda-beda, tergantung dari pemilik atau owner media massa sendiri. Baik yang bergerak dibidang komersial, idealis, maupun komersial dan idealis. Meski begitu, media massa harus tetap berada dalam fungsi-fungsi yang telah ada, yaitu menghibur, mendidik, menginformasikan dan mempengaruhi. Dan kesemuanya diharap berkombinasi dan bersinergi satu sama lainnya. Dan dalam hal ini tentu adalah fungsi-fungsi yang mengarah positif.
Penyimpangan yang terjadi sekarang ini adalah cukup banyak media massa komersial yang menyajikan informasi-informasi yang salah satunya adalah tidak mendidik. Memang pencapaian sasaran seluas mungkin yang digapai media massa, lumrah dilakukan guna meningkatkan kinerja media massa tersebut sehinga banyak iklan yang berdatangan. Tentu bukan rahasia umum lagi, bila nyawa dari media massa adalah iklan. Namun demikian, yang ditekankan dari hal ini adalah penyimpangan media massa dalam sajian informasi yang tidak mendidik dengan tujuan komersial semata.
Sistem kapitalis yang terjadi sekarang ini, menjadikan media massa marak menyajikan informasi yang tidak sesuai dengan fungsi media massa, salah satunya yaitu mendidik. Dengan tujuan komersial semata, media massa menyajikan informasi atau tayangan yang memang diminati penonton tanpa mempedulikan asas pendidikan. Seperti menayangkan kehidupan selebritis yang tidak ada kaitanya dengan mendidik, tayangan mistik, dan semacamnya. Memang taktik ini berhasil memukau para penonton untuk tertarik perhatianya kepada pesan yang disampaikan media massa.
Akan tetapi, efek dari pesan tersebut membuat masyarkat kita semakin bodoh dan menjadi barang dagangan untuk kepentingan komersial semata. Bisa kita lihat dari tayangan-tayangan seperti tayangan Gosip, sinteron yang tidak menenkankan kepada norma-norma mendidik dan logika kenyataan, sajian yang masih berbau kekerasan, berbau seksualitas dan menyoroti mistik yang melepas batasan norma. Diperparah dengan munculnya penyakit tuna norma dimasyarkat kita akibat tayangan tersebut. Menjadikan masalah penyimpangan media massa, dalam konteks masyarakat dijadikan sasaran untuk pencapaian uang semata, menjadi masalah yang harus difokuskan untuk diluruskan.
Pemerintah selaku pemegang kekuasaan pun seakan enggan, untuk ikut campur tangan terkait tayangan-tayangan yang tidak mendidik masyarakat. Bahkan Lembaga Penyiaran Indonesia dirasa tidak berfungsi dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga yang mensensor atau membredel suatu media massa yang dirasa telah keluar dari standar penyiaran.
Tentu masih ingat dibayangan kita, banyak film-film hadir dibioskop tanah air dengan mengusung aksi kekerasan dan adegan panas, tanpa ada maksud mendidik yang jelas. Dan ironinya, banyak dari masyarakat kita mengkonsumsi film tersebut. Dan belakangan ini, film-film tersebutlah yang hadir, dan seakan telah menjadi trend didunia perfilman kita.
Tentu masih ingat dibayangan kita, banyak film-film hadir dibioskop tanah air dengan mengusung aksi kekerasan dan adegan panas, tanpa ada maksud mendidik yang jelas. Dan ironinya, banyak dari masyarakat kita mengkonsumsi film tersebut. Dan belakangan ini, film-film tersebutlah yang hadir, dan seakan telah menjadi trend didunia perfilman kita.
Ironinya, para pemilik modal dan pekerja di media massa tidak memperdulikan masalah yang telah krusial ini. Bisa kita lihat sekarang ini, banyak terjadinya tindak kekerasan akibat menonton suatu tayangan yang bersifat kekerasan, terjadinya aksi pemerkosaan oleh sejumlah anak dibawah umur akibat mengkonsumsi tayangan yang membangun hawa nafsunya, adanya gaya hidup yang dianut dari suatu film dengan budaya luar yang tidak mengenal lagi budaya sendiri yang luhur, dan semacamnya.
Tentu ini masalah krusial, oleh karenanya adanya tindakan tegas dan preventif dari pemerintah, terutama LPI. dalam membatasi tayangan-tayangan yang tidak sesuai, diharapkan muncul dengan skala masif dan pasti. Bila perlu, ada campur tangan dari pemerintah dalam hal mendidik, dan menuntun para industri media massa, untuk dapat menjalankan keempat fungsi secara berkseniambungan dan bersinergi. Dengan tujuan, menciptakan masyarakat yang unggul dan bermartabat, dan menjunjung nilai-nilai mulia.
Adanya kesadaran dari masyarakat untuk tidak mengkonsumsi media massa yang menyimpang pun diharap tumbuh, guna turut serta mengekang pembiaran media massa berbasis kapitalis berkembang dinegeri ini. Hingga rating televisi yang menampilkan informasi yang menyimpang menjadi turun drastis, dan dari situ diharap tidak adanya iklan yang masuk, dan akhirnya sadar akan kepentingan bersama dalam membangun negeri ini kepada tujuan yang mulia.
Tentu kita semua berharap akan ada media massa yang menyajikan informasi yang sesuai dengan fungsi-fungsinya. Dan sinergi dari empat fungsi tersebut. Dan hal itu diharap dalam proses masif disegala media massa, baik media cetak maupun media elektronik.
Karena baik atau tidaknya suatu masyarakat disuatu negara, ditentukan oleh media massa. Jika masyarakatnya baik, maka media massanya baik dalam menjalankan fungsinya. Namun, jika masyarakat itu tidak baik, maka media massa itu juga tidak baik dalam menjalankan fungsinya.
24 September 2011
Ruangan Khusus dengan Peraturan Tegas
Menguaknya kasus seks didalam jeruji, dan pemberitaan dibeberapa media massa, kini telah membuka rahasia yang sebelumnya mungkin tidak semua publik mengetahui hal tersebut. Memang menjadi ironi, karena penjara yang merupakan tempat terputusnya beberapa kebebasan dan tempat 'dibalaskanya' tindakan kejahatan seseorang, ternyata juga memutuskan kebutuhan biologis seorang terpidana.
Kebutuhan biologis ini, merupakan anugerah dan fitrah yang diberikan kepada manusia. Oleh karenanya, menguaknya kasus seks didalam jeruji ini, menjadi gambaran, bahwa secara psikologis, seorang terpidana membutuhkan hal tersebut, terutama, mereka yang memiliki istri atau suami.
Adanya ruangan khusus untuk narapidana yang ingin berhubungan seks dengan suami atau istrinya, sebaiknya disediakan oleh pihak Lapas, tentu dengan beberapa ketentuan yang tegas dan tidak menyimpang, serta ada pengawasan ketat dari pemerintah pusat agar kebijakan tersebut tidak memunculkan masalah baru.
Hal ini, diperuntukan agar terpidana yang memiliki suami atau istri, dapat menyalurkan kebutuhan biologisnya dengan baik dan tepat, yaitu kepada suami atau istri terpidana. Karena kebutuhan bilologis ini, mutlak dibutuhkan terpidana, tentu dalam hal ini, mereka yang memiliki suami atau istri.
Namun, hal ini tidak berlaku bagi mereka yang tidak memiliki suami atau istri. Karena ditakutkan akan terjadi aksi pelacuran didalam Lapas dan terjadi transaksi administrasi terkait pemenuhan kebutuhan biologis. Maka, kebijakan tersebut, harus dijaga ketat.
Pengawasan ketat oleh petugas Lapas dan pemerintahan terkait pascakebijakan tersebut pun harus diberlakukan secara tegas dan kontinu. Pasalnya, terpidana yang dianggap 'Bos', bila tidak dapat menyalurkan hasrat biologisnya, tentu akan berimbas kepada terpidana yang lemah karena terpidana lemah, ditakutkan akan menjadi korban pemenuhan nafsu si Bos ini. Maka, harus ada tindakan tegas terkait masalah tersebut, guna menciptakan sistem yang baik dan tegas.
Jadi, kebijakan disediakan ruangan khusus untuk berhubungan dengan suami atau istri, merupakan langkah baik dalam memenuhi kebutuhan biologis para terpidana, agar psikologis mereka tidak berubah dan fokus kepada hukuman yang mereka jalankan.
Namun, bukan berarti, kebijakan tersebut diselewengkan dengan adanya celah-celah yang dicari untuk dijadikan objek cari proyek-proyek nakal. Maka, harus ada pengawasan yang ketat dari semua pihak, terutama media massa sebagai pilar keempat dari negara sehingga masyarakat mengetahui kebijakan pemerintah, dan sekaligus turut serta mengawasi pembangungan di Indonesia
(Dimuat di rubrik Fokus Publik, Surat kabar Republika)
Kebutuhan biologis ini, merupakan anugerah dan fitrah yang diberikan kepada manusia. Oleh karenanya, menguaknya kasus seks didalam jeruji ini, menjadi gambaran, bahwa secara psikologis, seorang terpidana membutuhkan hal tersebut, terutama, mereka yang memiliki istri atau suami.
Adanya ruangan khusus untuk narapidana yang ingin berhubungan seks dengan suami atau istrinya, sebaiknya disediakan oleh pihak Lapas, tentu dengan beberapa ketentuan yang tegas dan tidak menyimpang, serta ada pengawasan ketat dari pemerintah pusat agar kebijakan tersebut tidak memunculkan masalah baru.
Hal ini, diperuntukan agar terpidana yang memiliki suami atau istri, dapat menyalurkan kebutuhan biologisnya dengan baik dan tepat, yaitu kepada suami atau istri terpidana. Karena kebutuhan bilologis ini, mutlak dibutuhkan terpidana, tentu dalam hal ini, mereka yang memiliki suami atau istri.
Namun, hal ini tidak berlaku bagi mereka yang tidak memiliki suami atau istri. Karena ditakutkan akan terjadi aksi pelacuran didalam Lapas dan terjadi transaksi administrasi terkait pemenuhan kebutuhan biologis. Maka, kebijakan tersebut, harus dijaga ketat.
Pengawasan ketat oleh petugas Lapas dan pemerintahan terkait pascakebijakan tersebut pun harus diberlakukan secara tegas dan kontinu. Pasalnya, terpidana yang dianggap 'Bos', bila tidak dapat menyalurkan hasrat biologisnya, tentu akan berimbas kepada terpidana yang lemah karena terpidana lemah, ditakutkan akan menjadi korban pemenuhan nafsu si Bos ini. Maka, harus ada tindakan tegas terkait masalah tersebut, guna menciptakan sistem yang baik dan tegas.
Jadi, kebijakan disediakan ruangan khusus untuk berhubungan dengan suami atau istri, merupakan langkah baik dalam memenuhi kebutuhan biologis para terpidana, agar psikologis mereka tidak berubah dan fokus kepada hukuman yang mereka jalankan.
Namun, bukan berarti, kebijakan tersebut diselewengkan dengan adanya celah-celah yang dicari untuk dijadikan objek cari proyek-proyek nakal. Maka, harus ada pengawasan yang ketat dari semua pihak, terutama media massa sebagai pilar keempat dari negara sehingga masyarakat mengetahui kebijakan pemerintah, dan sekaligus turut serta mengawasi pembangungan di Indonesia
(Dimuat di rubrik Fokus Publik, Surat kabar Republika)
13 September 2011
Mereka Butuh Kasih Sayang
BERTEPATAN pada 23 Juli yang lalu, kita telah memperingati Hari Anak Nasional (HAN) yang sepertinya menjadi hari fokusnya dunia anak oleh kita semua. Meski hampir tiap tahun kita merayakan hal tersebut, namun masalah yang terjadi pada anak-anak sepertinya masih menjadi PR bagi kita semua.
Tentu kita tidak bisa membohongi kenyataan yang ada di lapangan, bahwa masih banyak anak-anak Indonesia yang kurang beruntung dan butuh pertolongan kita.
Namun dari PR yang begitu banyak ini, pemerintah seakan enggan menyeimbangkan kinerjanya sesuai dengan permintaan masyarakat. Terbukti dari masih banyak anak-anak yang mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan, baik pelecehan seksual, tindak kekerasan maupun minimnya kesempatan mengenyam pendidikan.
Belum lagi kurangnya rasa aman yang dimiliki anak-anak. Tentunya ini akan berimbas kepada psikologi mereka sehingga memunculkan karakter yang keras, tidak beradab, dan semacamnya. Tentu hal itu akan menghambat bangsa dalam mencetak generasi yang beradab dan mencetak calon pemimpin.
Adanya peringatan HAN, sebetulnya adalah sebuah peringatan untuk kita semua bahwa masih banyak wajah anak-anak Indonesia yang masih butuh pertolongan 'senyuman' oleh pemerintah dan kita, selaku masyarakat.
Sepertinya HAN hanya menjadi sebuah sorotan sementara oleh pemerintah. Terlebih pemerintah lebih sibuk mengurusi masalah politik dan kebijakan-kebijakan non-anak. Sedangkan masyarakat yang peduli namun tidak memiliki modal dan keterampilan untuk berbuat sesuatu, tidak bisa berbuat banyak untuk anak-anak Indonesia yang kurang beruntung.
Pepatah Belanda mengatakan, "Siapa yang mempunyai generasi muda, merekalah yang mempunyai masa depan." Oleh karena itulah kita harus serius menangani generasi muda agar bangsa ini memiliki masa depan yang gemilang.
Pada peringatan HAN, tentu banyak yang berharap bahwa HAN tidak hanya sebuah peringatan. Namun, bisa direalisasikan secara nyata dan dalam jangka waktu yang panjang agar anak-anak mendapatkan hak-hak mereka. Terutama, masalah pendidikan dan kesehatan.
Anak-anak Indonesia yang kurang beruntung atau prasejahtera, sebenarnya bila diberi kesempatan dan media yang tepat mereka memiliki talenta dan kreativitas yang hebat. Sayangnya hal tersebut sangat minim tersedia. Akhirnya jalanan menjadi tempat bagi mereka dalam menggali kreativitas dan mencari uang untuk bertahan hidup.
Berbicara masa depan, maka konsentrasi kita harus ditujukan kepada anak-anak. Merekalah yang akan menjadi penerus keberlanjutan negara ini dan menjadi tugas kita semua untuk mempersiapkan mereka dengan baik, agar negara ini bisa mencapai cita-cita seperti ditetapkan para pendiri bangsa.
Dalam era globalisasi, bila pemerintah tidak menaruh perhatian kepada anak-anak Indonesia dalam menjamin hak-hak hingga dapat mereka nikmati, maka mereka tidak akan dapat bertahan dalam globalisasi. Sehingga bangsa Indonesia ditakutkan akan mengalami krisis generasi kepemimpinan. Bila hal itu terjadi, maka kemungkinan besar bangsa Indonesia akan mengalami kemunduran dalam hal generasi.
Bila masyarakat memiliki modal dan pengetahuan, mereka bisa membangun rumah singgah bagi anak-anak ini, terlebih di dalamnya terdapat program pembelajaran untuk anak-anak tersebut.
Jika ada kerja sama dan komitmen dari kita semua dalam memberikan kasih sayang kepada mereka, tentu anak-anak Indonesia dapat mendapatkan hak-haknya. Hingga akhirnya bangsa memiliki generasi yang beradab dan berkualitas.
Tentu kita tidak bisa membohongi kenyataan yang ada di lapangan, bahwa masih banyak anak-anak Indonesia yang kurang beruntung dan butuh pertolongan kita.
Namun dari PR yang begitu banyak ini, pemerintah seakan enggan menyeimbangkan kinerjanya sesuai dengan permintaan masyarakat. Terbukti dari masih banyak anak-anak yang mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan, baik pelecehan seksual, tindak kekerasan maupun minimnya kesempatan mengenyam pendidikan.
Belum lagi kurangnya rasa aman yang dimiliki anak-anak. Tentunya ini akan berimbas kepada psikologi mereka sehingga memunculkan karakter yang keras, tidak beradab, dan semacamnya. Tentu hal itu akan menghambat bangsa dalam mencetak generasi yang beradab dan mencetak calon pemimpin.
Adanya peringatan HAN, sebetulnya adalah sebuah peringatan untuk kita semua bahwa masih banyak wajah anak-anak Indonesia yang masih butuh pertolongan 'senyuman' oleh pemerintah dan kita, selaku masyarakat.
Sepertinya HAN hanya menjadi sebuah sorotan sementara oleh pemerintah. Terlebih pemerintah lebih sibuk mengurusi masalah politik dan kebijakan-kebijakan non-anak. Sedangkan masyarakat yang peduli namun tidak memiliki modal dan keterampilan untuk berbuat sesuatu, tidak bisa berbuat banyak untuk anak-anak Indonesia yang kurang beruntung.
Pepatah Belanda mengatakan, "Siapa yang mempunyai generasi muda, merekalah yang mempunyai masa depan." Oleh karena itulah kita harus serius menangani generasi muda agar bangsa ini memiliki masa depan yang gemilang.
Pada peringatan HAN, tentu banyak yang berharap bahwa HAN tidak hanya sebuah peringatan. Namun, bisa direalisasikan secara nyata dan dalam jangka waktu yang panjang agar anak-anak mendapatkan hak-hak mereka. Terutama, masalah pendidikan dan kesehatan.
Anak-anak Indonesia yang kurang beruntung atau prasejahtera, sebenarnya bila diberi kesempatan dan media yang tepat mereka memiliki talenta dan kreativitas yang hebat. Sayangnya hal tersebut sangat minim tersedia. Akhirnya jalanan menjadi tempat bagi mereka dalam menggali kreativitas dan mencari uang untuk bertahan hidup.
Berbicara masa depan, maka konsentrasi kita harus ditujukan kepada anak-anak. Merekalah yang akan menjadi penerus keberlanjutan negara ini dan menjadi tugas kita semua untuk mempersiapkan mereka dengan baik, agar negara ini bisa mencapai cita-cita seperti ditetapkan para pendiri bangsa.
Dalam era globalisasi, bila pemerintah tidak menaruh perhatian kepada anak-anak Indonesia dalam menjamin hak-hak hingga dapat mereka nikmati, maka mereka tidak akan dapat bertahan dalam globalisasi. Sehingga bangsa Indonesia ditakutkan akan mengalami krisis generasi kepemimpinan. Bila hal itu terjadi, maka kemungkinan besar bangsa Indonesia akan mengalami kemunduran dalam hal generasi.
Bila masyarakat memiliki modal dan pengetahuan, mereka bisa membangun rumah singgah bagi anak-anak ini, terlebih di dalamnya terdapat program pembelajaran untuk anak-anak tersebut.
Jika ada kerja sama dan komitmen dari kita semua dalam memberikan kasih sayang kepada mereka, tentu anak-anak Indonesia dapat mendapatkan hak-haknya. Hingga akhirnya bangsa memiliki generasi yang beradab dan berkualitas.
Angga Bratadharma
Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Prof. DR. Moestopo (Beragama)
(//rhs)
Dimuat di Okezone.com rubrik Suara Mahasiswa
Jangan Beri Mereka Asap Rokok!
PERINGATAN Hari Anak Nasional (HAN) yang telah kita peringati beberapa waktu yang lalu, merupakan salah satu bentuk kepedulian kita semua, baik pemerintah maupun masyarakat, terhadap anak-anak Indoesia, yang tidak lain adalah generasi penerus bangsa ini. Di pundak merekalah bangsa ini akan dipikul untuk diteruskan perjuanganya sesuai dengan keinginan bersama.
Peringatan HAN juga menjadi fokus bersama kita semua, terutama tentang hak-hak anak Indonesia yang belum mereka dapatkan. Salah satu hak mereka adalah udara bersih dari asap rokok. Udara bersih dari asap rokok merupakan hak anak yang sering kita lupakan. Bahkan hal tersebut tidak jarang kita curi dari mereka dengan cara mengotori udara dengan asap rokok.
Merokok bagi sebagian kalangan mungkin bukanlah hal tabu lagi, terutama bagi para orangtua. Selain merokok di tempat umum, biasanya para orangtua juga merokok di dalam rumah, tanpa melihat bahwa ada anak-anak didalamnya. Padahal, tanpa disadari asap rokok tersebut dihirup oleh anak-anak mereka. Tentu ini adalah hal serius karena dapat memengaruhi kondisi kesehatan anak.
Parahnya, tidak jarang para orang tua merokok di dekat anak mereka, entah itu sedang bermain bersama di dalam suatu ruangan, atau sedang menggendong anaknya. Tentu asap rokok tersebut akan dihisap langsung dalam jumlah yang banyak
Mungkin kita tidak menyadari asap rokok dihisap oleh anak-anak dapat berakibat cukup buruk. Bukan hanya merusak paru-paru mereka tetapi juga bisa menimbulkan gangguan perilaku berupa hiperaktivitas dan gangguan konsentrasi (ADHD).
Potret di lapangan, asap rokok tidak hanya melanda anak-anak yang berada di rumah saja. Apalagi di tempat umum. Masih banyak perokok yang yang merokok di tempat umum tanpa peduli ada kehadiran anak-anak. Hal ini sangat disayangkan, pasalnya, mereka sangat rentan menjadi perokok pasif, terlebih mereka berada dalam fase pertumbuhan. Maka sepantasnya kita menyediakan udara bersih dari asap rokok untuk memaksimalkan pertumbuhan mereka sehingga tumbuh menjadi generasi yang sehat dan gemilang.
Oleh karenanya, melalui HAN, mari kita jadikan hal tersebut sebuah momentum perubahan terhadap diri kita, agar mengurangi bahkan menghentikan pemberian asap rokok kepada anak-anak Indonesia. Baik di mana pun mereka berada maupun dari mana mereka berasal. Karena dengan demikian, kita telah berpartisipasi dalam memberikan hak mereka tentang udara bersih dari asap rokok.
Angga Bratadharma
Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Prof. DR. Moestopo (Beragama)
(//rhs)
Dimuat di Okezone.com rubrik Suara Mahasiswa
Mencetak Calon Pemimpin
BEM merupakan salah satu kegiatan kampus yang positif dalam membangun karakter mahasiswa yang pandai dalam berorganisasi, dan dalam mencetak calon pemimpin yang kritis dan idealis. Sosialisasi BEM sebaiknya diperkuat agar semua mahasiswa dapat mengetahui informasi tentang BEM secara keseluruhan. Penjelasan tentang kegiatan, tugas, dan fungsinya pun sebaiknya diinformasikan secara terus-menerus agar informasi tersebut bisa diketahui oleh semua mahasiswa karena BEM adalah kegiatan yang sangat bermanfaat dalam memberikan pengajaran berorganisasi. Selain itu, BEM juga menjadikan mahasiswa terbiasa bekerja sama dalam suatu organisasi, sesuai dengan job desknya. Hal itu sangat dibutuhkan ketika terjun didunia masyarakat dan dunia kerja. Bahkan ketika dipilih sebagai pemimpin nantinya, mahasiswa yang pernah menjadi anggota BEM, tentu bisa langsung beradaptasi dengan cepat dan baik karena pengalamanya di BEM.
Angga Bratadharma
Mahasiswa Ilmu Komunikasi
Universitas Prof. DR. Moestopo (beragama)
Dimuat disurat kabar Kompas Rubrik Argumentasi
30 Agustus 2011
Walau Idul Fitri berbeda tapi kita tetap satu
Kacamata dan Komputer. Idul Fitri merupakan hari kemenangan bagi umat muslim setelah 1 bulan melaksanakan ibadah puasa di bulan ramadhan. Bahkan bermacam-macam cara orang merayakan hal tersebut, baik mudik, berekreasi ditempat hiburan maupun saling bermaaf-maafan dengan orang-orang disekitar rumah.
Namun, tahun ini, kita telah mengalami sedikit perbedaan penetapan perayaan hari raya idul fitri. Cukup disayangkan, padahal penetapan awal puasa dibulan ramadhan, hampir serentak dilakukan umat muslim di Indonesia. Meski begitu, perbedaan yang ada tentang hari raya idul fitri, diharapkan tidak mengundang konflik atau ada rasa saling benar antara satu dengan yang lainnya. Tentu ini terkait dengan keyakinan masing-masing.
Memang tidak bsa dibohongi, perbedaan ini mengundang keresahan dan kebingungan dikalangan umat Baginda Nabi Besar Muhammad SAW. Oleh karenanya, perbedaan ini mari kita tanggapi dengan saling hormat-menghormati sesuai dengan keyakinan masing-masing. Dan kita sandarkan pula hari raya Idul Fitri dengan keyakinan kita masing-masing, yang dalam hal ini berdasarkan dalil-dalil yang ada. Sehingga kita tidak resah dan bingung tentang perbedaan ini.
Dengan adanya hormat-menghormati sesama muslim, diharapkan tidak terjadi sebuah perbedaan yang mendalam akan sebuah keyakinan, yang nantinya bisa berakibat konflik dan jurang pemsiah yang mendalam antar sesama muslim. Tentu ini tidak diinginkan oleh kita semua, karena biar bagaimana pun, Islam adalah Islam.
Tidak ada Islam A, atau Islam B dan seterusnya. Islam adalah Islam yang dibawa Rasulullah SAW, dengan sumber hukum utamanya adalah Al-Qur`an dan AlHadits.
Kebingungan dan keresahan umat tentang perbedaan ini tentu bukan perkara kecil. Namun, mari kita bepikir positif, dan tidak saling serang antara kita. Biarkan saudara kita yang merayakan hari raya Idul Fitri merayakan dengan tenang dan damai, sesuai dengan keyakinan mereka masing-masing. Yang terpenting jangan sampai merayakan Idul Fitri dengan perbuatan yang tidak baik,dan menyimpang dari ajaran Rasulullah SAW.
Jadi perbedaan keyakinan hari raya idul fitri mari kita tanggapi dengan hormat-menghormati dan tidak ada saling ejek mengejek satu dengan laiinya. Bila ada yang mengikuti pemerintah silahkan, bila ada yang mengikuti NU silahkan. Tidak ada pemaksaan. Yang terpenting kita tidak memecah belah antara persatuan kita.
Biar bagaimanapun perbedaan ini memiliki esensi yang sama, yaitu BerTuhankan Allah SWT dan Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul Allah.
Dengan demikian, mari kita bersatu dengan adanya perbedaan ini, karena perbedaan adalah sebuah realitas yang berbeda yang bila disatukan dengan saling pengertian akan menghasilkan kesempurnaan. Satu dengan laiinya saling mengisi untuk menyokong sebuah tujuan yang mulia.
Dengan menghormati umat muslim yang berpegang dengan keyakinan masing-masing (Tentu dalam hal ini, berdasarkan dalil-dalil yang kuat, baik itu Al-Qur`an dan AlHadits) diharapkan memunculkan sikap kebersamaan dan saling menyayangi antar umat muslim sehingga terjalin persatuan dan kesatuan diantara kita.
Oleh karenanya, mari kita bergembira menyambut hari kemenangan dengan saling memaafkan.
Minal Aidzin wal Faidzin ya, Mohon maaf lahir dan bathin untuk semua.
Semoga Allah SWT menerima amal ibadah kita semua dengan segala kekurangan yang kita miliki dan semoga Allah SWt mempertemukan kita kembali ke ramadhan-ramadhan berikutnya.
Amien ya Rabb
Selamat hari raya Idul Fitri 1432
(Angga Bratadharma)
29 Agustus 2011
Mudik dan perjuangan
Kacamata dan Komputer. Mudik, bagi ssebagian kalangan mungkin merupakan sebuah kewajiban. Bagi bangsa besar seperti Indonesia, mudik merupkan momentum yang baik bagi para insan untuk pulang ke kampung halaman, tentu dengan tujuan bersilahturahmi kepada sanak saudara dan orang tua, serta mempererat rasa kekeluargaan, yang mungkin selama ini telah longgar karena kurangnya komunikasi dan jarang bertemu secara tatap muka. Tentu, silahturahmi menjadi salah satu momentum dalam memperbaiki hal tersebut.
Saling memaafkan juga merupakan sebuah keindaham karena dapat menjalin kebersamaan dan kekeluargaan sesama muslim, bahkan sesama manusia.
Uniknya, bagi sebagian warga Kota Jakarta, mudik menjadi sebuah nilai wajib untuk mereka lakukan, maka tidak jarang, Kota Jakarta yang super sibuk dan macet dimana-mana, menjadi lebih lenggang dan bebas dari kemacetan bila ditinggal mudik oleh para warganya.
Tentu hal ini menjadi sebuah kenikmatan bagi mereka yang tidak mudik ke kampung halaman mereka. Karena bisa menikmati keelokan Kota Jakarta dengan santai.
Namun, kenkmatan itu tentu jauh dari mereka yang mudik ke kampung halaman masing-masing. Pasalnya, para pemudik harus berjuang keras melewati titik-titik kemacetan untuk bisa sampai ke kampung halaman mereka. Tidak jarang, para pemudik dihadapkan dengan lautan orang dan kendaraan pribadi dan kendaraan umum, baik rroda dua, roda empat, maupun lebih, yang memiliki tujuan dan arah yang sama sehingga kemacetan tidak terelakan lagi, terlebih hari-hari menjelang hari raya lebaran. Tentu butuh perjuangan keras agar bisa melewati rintangan tersebut.
Setiap orang tentu memiliki cerita masing-masing ketika pulang kampung. Pemudik yang membawa kendaraan pribadi tentu berbeda cerita dengan pemudik yang menggunakan jasa kendaraan umum. Hal ini lumrah karena rintanganya berbeda-beda.
Pemudik yang menggunakan kendaraan pribadi harus bersabar dalam membawa kendaraanya, dan wajib memastikan kendaraanya aman bila harus menggunakan jasa pelabuhan untuk menyeberang antar pulau. Namun, hal itu tidak berlaku bagi para pemudik yang menggunakan kendaraan umum, mereka bisa santai turun dari kendaraan umum, dan masuk lebih cepat dari pemudik yang membawa kendaraan pribadi.
Namun, bukan berarti pemudik yang mengunakan jasa kendaraan umun bisa masuk dengan santai begitu saja. Berebut masuk antar pemudik tentu menjadi gambaran umum selama ini, satu sama lain pemudik saling berebut dan dorong-mendorong seta mendesak maju agar bisa masuk kedalam kapal.
Ironinya, terdapat anak kecil yang digendong oleh para pemudik diantara pemudik yang berdesakan masuk kedalam kapal. Pandangan tersebut tentu menyedihkan dan menyayat hati karena anak kecil yang tidak berdaya harus tergencet oleh orang dewasa.
Lain kapal, tentu lain juga dengan bus. Di terminal bus keberangkatan, cukup banyak para pemudik yang datang membawa anak kecil. Ketika bus datang diterminal keberangkatan, bisa kita lihat dari pemberitaan dimedia massa, dimana para pemudik saling berebut, meski bus belum berhenti, tidak jarang para pemudik mencegat diluar gerbang terminal keberangkatan. Ketika bus berhenti, maka aksi dorong mendorong dan berebut pun tidak terelakan, dalam hal ini, kembali anak kecil yang dibawa para pemudik menjadi salah satu korban yang tidak berdaya dari aksi gencet-menggencet.
Cukup ironi, tetapi hal itu tidak bisa dihentikan karena nilai mudik telah masuk kedalam relung jiwa sebagian besar saudara-saudara kita. Bahkan, tidak jarang, terdapat pemudik yang harus berhutang agar bisa mempunyai ongkos untuk bisa pulang kekampung halamanya..
Silahturahmi adalah salah satu kegiatan yang sangat mulia, bahkan Islam pun menganjurkan hal tersebut. Namun, bila telah dipaksakan, sepertinya harus dipikir ulang kembali. Karena pada dasarnya, pulang kampung dilakukan agar mendapat kebahagiaan karena bisa bertemu dengan keluarga yang jarang bertemu dikampung halaman.
Namun, bukan berarti hal tersebut dipaksakan karena perjalanan mudik akan lebih indah bilsa semua telah diperhitungkan tanpa dipaksakan, apalagi sampai berhutang.
.
14 Juli 2011
Kebangkrutan mengancam daerah
Kebangkrutan kini mengancam daerah. Pasalnya, hampir 50 persen lebih anggaran negara terserap untuk pegawai negeri sipil atau PNS. Bahkan parahnya, perbandingan anggaran belanja pegawai dan belanja modal yang bertolak belakang, bisa menjadi alamat buruk bagi keuangan daerah. Dengan kondisi tersebut, daerah akan bangkrut karena keuangannya banyak terkuras membiayai belanja pegawai daripada untuk pelayanan publik. Sayangnya, kebijakan remunerasi pun terbukti tidak mengurangi perilaku korupsi birokrasi.
Padahal, belanja pegawai harus diimbangi dengan hasil kerja dari PNS itu sendiri. Namun, yang terjadi justru tidak ada keseimbangan di antara keduanya. Hal ini tentu berakibat fatal karena akan terus menggerus anggaran negara.
Bahkan pada APBD 2011, tercatat terdapat 124 daerah yang memiliki belanja pegawai di atas 60 persen dan belanja modalnya hanya satu sampai 15 persen. Dalam hal ini, Kabupaten Lumajang menjadi yang tertinggi dalam belanja pegawai, mencapai 83 persen dan belanja modal hanya satu persen. Bila hal ini dibiarkan, akan seperti pribahasa, yaitu besar pasak daripada tiang.
Rekrutmen PNS pun terus-menerus dilakukan tanpa memperhatikan urgensi dari perekrutan itu sehingga berimplikasi pada bertambahnya beban belanja pegawai. Kepala desa yang bersangkutan pun sering menggelontorkan janji rekrutmen dalam politiknya agar bisa terpilih kembali. Tentu ini akan menambah beban anggaran. Seharusnya ada depolitisasi birokrasi. Bila perlu, berlakukan moratorium rekrutmen PNS untuk sementara. Dan dalam waktu tersebut, lakukan pembenahan dan pemulihan anggaran negara, terutama di APBD. Dan juga, pembenahan sistem di birokrasi agar bisa meningkatkan kinerjanya dalam memberi pelayanan yang baik kepada publik.
Bila pembebanan anggaran ini terus berlanjut tanpa ada tindakan nyata dari pemerintah, kebangkrutan daerah bukan lagi sebuah ancaman, namun akan menjadi sebuah kenyataan.
Angga Bratadharma
Mahasiswa Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Prof DR Moestopo (Beragama)
(Dimuat di rubrik Fokus Publik, Surat kabar Republika)
28 Juni 2011
Sediakan Lapangan Pekerjaan
HUKUMAN mati terhadap Ruyati di Arab Saudi, tentu menjadi luka mendalam bagi keluarganya. Hal ini, juga merupakan tamparan keras bagi pemerintah karena ketidaktahuan pemerintah ketika hukuman tersebut telah dilaksanakan. Ini menjadi bukti kegagalan pemerintah dalam memberikan perlindungan hukum kepada warga negara kita yang menjadi TKI di negeri orang.
Namun, Ruyati bukanlah TKI satu-satunya yang dihukum mati, sebelum Ruyati, cukup banyak TKI kita yang telah dihukum mati di Arab Saudi. Bahkan, sekarang ini, masih ada 23 TKI kita yang siap dieksekusi mati oleh algojo Arab Saudi. Tentu komentar, kritik keras, dan pedas pun sampai kepada pemerintah selaku yang berwenang dalam hal tersebut.
Menanggapi komentar dan kritik yang menggelontor kepada pemerintah. Bergiliran, Menteri Marty Natalegawa, Menteri Patrialis Akbar, dan Menteri Muhaimin Iskandar "membela diri", ketika melakukan konferensi pers di Istana Kepresidenan, pada Kamis (23/6) pagi, mereka menyebut sejumlah upaya yang telah mereka lakukan terkait kasus Ruyati maupun terkait TKI di luar negeri.
Kasus kekerasan dan hukuman mati kepada TKI kita sepertinya akan menjadi daftar panjang untuk diselesiakan oleh pemerintah. Namun, daripada memikirkan bagaimana cara menyelesaikan permasalahan TKI seperti itu.
Sebaiknya, pemerintah berupaya menciptakan lapangan pekerjaan di berbagai sektor di berbagai daerah. Bila perlu, Presiden memberikan instruksi khusus kepada gubernur, bupati, dan walikota, untuk sekuat tenaga menciptakan peluang di daerahnya masing-masing. Dengan begitu, para TKI kita berpikir ulang untuk ke luar negeri karena telah tersedianya lapangan pekerjaan di daerah mereka masing-masing.
Banyaknya masyarakat kita yang lebih memilih menjadi TKI ditenggarai karena minimnya lapangan pekerjaan di Indonesia sehingga agen-agen TKI banyak berkeliaran. Bahkan, terkadang cara nekat (ilegal) mereka gunakan agar bisa bekerja sebagai TKI di luar negeri, tentu tanpa mengerti resiko yang akan mereka peroleh.
Ironisnya, tidak jarang banyak TKI kita tertipu oleh agen yang mengatasnamakan agen TKI resmi atau tertangkap basah di perairan negara lain atas tuduhan memasuki perairan negara lain tanpa izin dan semacamnya.
Di era globalisasi ini, TKI boleh saja bekerja di luar negeri tapi alangkah baiknya bila pemerintah mempekerjakan calon TKI di negeri sendiri. Selain melindungi dari tindakan-tindakan yang tidak diinginkan, hal ini sekaligus dapat menekan angka kemiskinan karena penyediaan lapangan pekerjaan yang cukup dan juga membangun kemandirian bagi negara kita.
Andai kata pemerintah serius menggarap lapangan pekerjaan, tak mungkin rakyat Indonesia banyak menjadi TKI karena dengan penyediaan lapangan pekerjaan, merupakan salah satu solusi terbaik dalam melindungi TKI kita, dan agar rakyat Indonesia tidak menjadi TKI.
Angga Bratadharma
Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Prof. DR. Moestopo (beragama)(//rfa)
(Dimuat di Suara Mahasiswa, Okezone.com)
24 Juni 2011
Ikut sertakan masyarakat
Adanya isu kursi haram di DPR sepertinya disambut dingin oleh anggota DPR yang terpilih namun, Bawaslu punya dua bukti adanya kursi haram di DPR, Mahfud MD (Ketua MK) juga punya dua bukti. Berarti ada empat ‘kursi haram’ di DPR, disusul dengan bukit-bukti lain yang memperluas adanya kursi haram di DPR. Sekarang tinggal melihat tanggapan DPR seperti apa bila terbukti ada kursi haram di DPR, meski hebat dalam bersilat lidah, kita lihat saja perkembangan isu tersebut. Apakah akan diproses secara tegas bila terbukti ada anggota DPR yang duduk di kursi haram atau hanya akan menjadi wacana (lagi).
Bila terbukti ada kursi haram, aparat penegak hukum sebaiknya sensitif dan berani menangkap anggota DPR yang kedapatan duduk di kursi haram tersebut, bila perlu, pemberhentian tidak terhormat dan mengambil aset pribadi dari hasil menjadi anggota DPR, segera diambil negara. Hal ini agar membuat efek jera dan menegaskan bahwa negara kita adalah negara hukum yang tidak memandang siapapun dimata hukum.
Adanya kursi haram juga diakibatkan lemahnya koordinasi Bawaslu dan KPU serta pengawasan yang tidak maksimal ketika final rekapitulasi suara hingga akhirnya memunculkan calo-calo jual beli suara dan pemalsuan SK palsu untuk calon anggota DPR yang kalah dalam pemilu, yang nantinya akan dimuluskan jalanya menuju kursi di DPR. Tentu saja lagi-lagi uang yang bermain dalam hal ini.
Lemahnya pengawalan surat suara dari calon anggota DPR yang kalah dan putus asa sehingga tidak menyelesaikan masa rekapitulasi suara hingga final, juga turut menyumbang para calo bermain surat suara tersebut, dengan menjualnya kepada calon anggota DPR yang masih butuh suara lebih untuk duduk di DPR.
Biar bagaimana pun, KPU dan Bawaslu manusia biasa yang pasti melakukan kesalahan, maka sewajarnya ada transparansi rekapitulasi suara kepada masyarakat sehingga masyarakat bisa menilai kejujuran yang diberikan KPU selaku panitia pemilu dan Bawaslu selaku pengawas pemilu.
Bila perlu, koordinasi masyarakat secara masif diikut sertakan dalam mengawasi kegiatan pemilu sehingga praktik kecurangan dalam surat suara dan munculnya SK palsu bisa diminimalisir. Bisa juga dengan tindakan tegas berupa hukuman penjara kepada pelaku jual beli suara dan yang mengeluarkan SK palsu, baik calo, anggota KPU atau Bawaslu, dan juga calon anggota DPR, agar kegiatan pemilu bisa bersih dari tindakan transaksi surat suara dan SK palsu.
Pengawasan masyarakat dan tanggapan yang serius dari aparat penegak hukum serta Bawaslu diharapkan berespon cepat bila ada kecurangan ketika kampanye sedang berlangsung, masyarakat juga sebaiknya menyadari, bila ada kampanye curang dengan menyuap beberapa kelompok di masyarakat untuk memilih suatu calon anggota DPR atau menemukan ada calo yang bertransaksi jual beli surat suara, langsung dilaporkan kepada pihak berwenang agar negara kita bisa membangun demokrasi yang utuh dan bermartabat.
Angga Bratadharma
Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Prof. DR. Moestopo (beragama)
(Dimuat di Fokus Publik, Surat Kabar Republika)
20 Juni 2011
Antara TV dan anak
TV bagi sebagian orang adalah media yang menjadi patokan dalam melihat dunia. Dengan TV, seseorang dapat melihat perkembangan dunia, baik fashion, peristiwa bersejarah, musik, dan semacamnya. Namun, tanpa disadari, tidak semua pesan yang diberikan TV adalah baik dan sesuai kaidah-kaidah yang berlaku. Cukup banyak tayangan-tayangan TV yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang berlaku dinegeri kita. Misalkan saja, tayangan film yang berbau porno, klip musik yang menampilkan keelokan tubuh perempuan, tayangan kekerasan, acara gosip yang berlebihan dan semacamnya. Hal ini tentu membuat efek yang tidak baik bagi psikologi pemirsanya, terutama bagi anak kecil yang selalu menyerap sesuatu atas apa yang dilihatnya.
Baik atau tidaknya masyarakat, ditentukan oleh media pada negeri itu. Lalu mari kita lihat, bagaimanakah masyarakat kita dan media Tv kita, apakah diantara keduanya telah mencerminkan kalimat diatas. Jika tidak, harus dimulai dari mana perubahan tersebut dan apakah bisa merubahnya? Masyarakat yang berpatokan terhadap media TV, juga menggantungkan persepsinya dari media TV. Ini juga disebabkan, lemahnya pendidikan yang dimiliki masyarakat kita hingga akhirnya pesan yang disampaikan kepada pemirsa, langsung diserap tanpa dikritisi.
Tidak heran, banyak pemirsa yang melakukan sesuatu karena terpengaruh pesan yang disampaikan media Tv, contohnya saja masalah fashion. Banyak anak muda yang terpengaruh fashion karena artis yang terpampang di Tv mengenakan suatu baju atau aksesoris. Akhirnya menjadi ikon dan trendsetter, lalu diikuti masyarakat sehingga banyak yang menggunakan atau meniru fashion artis tersebut. Bahkan terkadang tidak melihat baik atau buruknya fashion tersebut. Meski tidak sesuai norma yang ada, bila fashion tersebut telah menjadi trend, masyarakat kita berani menerobos nilai-nilai tersebut, Alhasil, terjadi pergeseran moral dimasyarakat kita.
Teori Agenda Setting yang dianut media TV, bertujuan untuk menciptakan opini publik terhadap pemberitaan suatu media sehingga pemirsa digiring kepada suatu perilaku. Padahal, media TV harus berpihak kepada masyarakat tidak kepada kepentingan owner atau kepentingan golongan dengan menggiring persepsi. Idelanya, media bersikap netral dan menayangkan sesuatu apa adanya tanpa berlebihan, terutama sebagai mesin politik, sebaiknya media Tv hanya memberitakan apa adanya, tidak menggiring kepada opini publik karena akan membentuk perilaku yang diinginkan media Tv itu sendiri. Frekuensi adalah milik masyarakat, sudah sepantasnya media TV tidak menggunakan hal tersebut dengan semena-mena dan menayangkan program-program yang melenceng dari nilai-nilai dan moral yang ada.
Kalau kita telaah, sudah berapa kali, sebuah tayangan dibredel dan diberhentikan karena telah melenceng dari kaidah-kaidah penyiaran. Namun, yang terjadi sekarang ini, dengan mudahnya program tersebut diganti namanya saja dan tetap memiliki konten yang sama dan kembali tayang. Setelah itu bisa belengga-lenggo santai tanpa merasa bersalah. Ironinya, program tersebut tetap menganut paham yang sama ketika dbredel. Tentu saja lagi-lagi masyarakat yang dirugikan, bayangkan masyarakat kita yang memiliki tingkat pendidikan rendah diterpa pesan media Tv yang memiliki tujuan tertentu. Alhasil, masyarakat akan menjadi komoditas kepentingan untuk mencari kekayaan.
Salah satu fungsi media massa adalah memberikan pendidikan. Dalam hal ini, media memiliki tugas untuk mencerdaskan masyarakat. Namun, yang terjadi justru kepentingan uang yang didahulukan, banyaknya iklan diprioritaskan daripada memberikan pendidikan yang baik untuk masyarakat, menjadikan gambaran betapa mudahnya masyarakat dipermainkan untuk tujuan mencari uang dengan cara membuat program-program yang memiliki rating tinggi sehingga iklan mengantri masuk.
Padahal, Tv memiliki peranan yang sangat penting dan cukup berpengaruh dalam mengubah perilaku pemirsanya. Tentu tanpa kepentingan lain dibalik mencerdaskan masyarakat.
Lemahnya pengawasan dan tidak ada instansi yang kuat dalam menyikapi laporan terhadap media Tv yang tidak sesuai kadiah penyiaran, memberikan peluang bebas kepada media Tv untuk tetap menyiarkan program yang lebih mengedepankan acara menarik dan mendatangkan uang banyak dari pada menganut paham idealis.
Hari tanpa Tv, muncul bukan sebagai kumpulan masyarakat yang anti TV, tapi lebih kepada merupakan wujud nyata sikap kritis terhadap tayangan Tv yang tidak bermutu, membodohi, dan tayangan yang tidak aman dan tidak sehat untuk anak. Fokusnya pada perlindungan anak dan kepentingan terbaik anak.
Karena anak sangat mudah dipengaruhi, terlebih mereka menyerap pesan tanpa mengkritisi karena memang psikologi yang dimiliki seperti itu. Lalu bayangkan ketika anak disuguhkan tayangan kekerasan. Akhirnya Ada seorang anak yang tewas oleh temanya sendiri karena mengikuti adegan Smack Down yang disajikan di media Tv. Ini membuktikan betapa kuatnya pesan media Tv dalam memengaruhi sikap dan perilaku anak. Tapi, hal itu tetap tidak meyadarkan para media Tv dalam memberikan pendidikan kepada anak.
Hari tanpa Tv juga menyadarkan kepada masyarakat, terutama keluarga bahwa hidup bisa lebih bernilai ketika banyak kegiatan lain dapat dilakukan ketimbang menonton TV. Pengalaman seperti ini penting dimiliki anggota keluarga untuk meyakinkan bahwa hidup tetap menyenangkan tanpa harus tergantung pada Tv
Tidak bisa dipungkiri, acara televisi yang tayang saat ini masih banyak berisi muatan yang merugikan anak.
Hari Tanpa TV juga merupakan wujud kepedulian dan simbol perubahan yang kita harapkan dari semua pihak. Stasiun TV kita harapkan memiliki kesadaran untuk menyediakan tayangan yang aman bagi anak.
Sosialisasi kepada orang tua untuk mendampingi anaknya ketika menonton pun penting, guna mengawasi dalam konsumsi media yang sesuai dan mendidik. Yuk, kita isi kegiatan lain yang bernilai positif ketika kita matikan Tv.
19 Juni 2011
PSSI dalam lingkaran kepentingan golongan
Sepak Bola Indonesia mengalami masa kritis. turunya rezim Nurdin Halid dan jajaranya, ternyata tidak membuat permasalahan selesai sampai disitu. Perebutan kursi Ketua Umum PSSI telah menjadi incaran sejumlah orang yang beretorika membenahi sistem di PSSI. Namun, dalih tersebut, justru membuat kebalikanya sendiri, kekisruhan semakin memanas di tubuh PSSI.
Kongres pada 20 Mei, menjadi momentum kencangnya perebutan kursi ketua umum PSSI. Kongres yang harus ditutup oleh Agum Gumelar, selaku ketua Komite Normalisasi (KN) yang merupakan bentukan FIFA, menimbulkan kegaduhan dan interupsi dari sejumlah orang, termasuk kelompok 78.
Padahal, kongres ditujukan untuk menyelesaikan permasalahan ditubuh PSSI. Ini mengindikasikan, adanya kepentingan kelompok masing-masing dibalik retorika dalam membenahi sistem di PSSI.
Kalau saja pihak yang bertikai menyadari,.biar bagaimana pun yang berperan penting dalam sepak bola adalah pemain. Namun yang terjadi, para calon Ketua Umum PSSI ini, justru membiarkan para pemain hancur semangatnya karena isu turunya sanksi dari FIFA kepada PSSI. Padahal turunya sanksi FIFA, membuat malu Indonesia selaku tuan rumah karena tidak bisa mengikuti SEA games. Namun, kata malu mungkin tidak bisa menyadari para pemilik kepentingan golongan ini.
Kenyataanya, para pengincar kekuasaan tetap bersikukuh mencalonkan diri menjadi Ketua Umum PSSI. Tidak peduli bagaimana nasib para pemain dan pandangan masyarakat tentang olah raga yang dapat mempersatukan bangsa ini. Bahkan, pandangan dunia Internasional, tetap membutakan mereka dalam mencapai kepentingan yang telah masuk kedalam relung jiwa mereka.
Mungkin rasa persatuan dan keutuhan bangsa, pada hati perebut kursi Ketua Umum PSSI, telah meleleh dalam kepentingan golongan sehingga makna membangun telah berganti menjadi ambisus. Itukah PSSI, atau itukah mereka yang berkeinginan membuat PSSI sebagai mesin pencetak kepentingan golongan.
(Dimuat di Surat Kabar Republika)
Sepeda Sebagai Solusi Kesehatan
PERKEMBANGAN jaman yang signifikan di berbagai bidang ternyata tidak diimbangi dengan sarana dan prasarana umum yang memadai, salah satunya adalah jalan raya. Jalan di Kota Jakarta hanya berkembang beberapa persen saja dan tidak seimbang dengan pertambahan pengguna kendaraan, baik kendaraan bermotor maupun mobil. Alhasil terdapat rawan kemacetan dibeberapa titik di Kota Jakarta.
Hal ini membuat sebagian orang, terutama mahasiswa dan mahasiswi, harus menerobos kemacetan dengan mengorbankan waktu dan tenaganya untuk bisa sampai di kampusnya. Sesampai di kampus, tenaga dan pikiranpun telah terkuras sehingga tidak bisa berkonsentrasi penuh dalam menyerap materi dari dosen dikelas.
Sepeda yang kian hari semakin gencar digalakan, seperti oase dalam permasalahan tersebut. Gowes-menggowes menjadi sebuah kesadaran betapa pentingnya sepeda dalam langkah mengurangi kemacetan dan memberikan kesehatan fisik sehingga kesehatan dapat terjaga baik dan menciptakan lingkungan yang bersih dari asap kendaraan.
Hal ini dapat terlihat ketika acara Car Free Day di Kota Jakarta dan banyaknya pekerja dan anak muda yang bersepeda menuju kantor, kampus atau sekolah. Banyaknya masyarakat yang bersepeda mengindikasikan, adanya respons positif masyarakat tentang sepeda. Meski minimnya jalur pengguna sepeda, namun tidak membuat para pecinta sepeda berhenti bersepeda dalam melakukan aktivitas menuju tempat tujuanya.
Keberhasilan Bike to Work ternyata dapat mendorong lahirnya Bike to Campus, yang akhirnya banyak mahasiswa dan mahasiswi mengendarai sepeda untuk menuju kampus. Pihak akademik universitas pun menyadari arti pentingnya sepeda sebagai alat transportasi yang murah dan ramah lingkungan sehingga ada beberapa kampus yang menyediakan parkir sepeda bagi para mahasiswa yang membawa sepeda serta mendorong kegiatan positif tersebut agar dapat terlaksana secara berkala.
Hal positif ini, sebaiknya diteruskan agar bisa mengurangi polusi udara yang dihasilkan kendaraan roda dua, empat, atau lebih, dan dapat membatasi masuknya volume kendaraan ke Kota Jakarta sehingga dapat mengurangi tingkat kemacetan.
Selain dapat menyehatkan tubuh, sepeda juga dapat mempersatukan rasa persaudaraan antara mahasiswa dan mahasiswi dari berbagai universitas. Hal ini dapat menciptakan sebuah karakter kuat, betapa pentingnya sepeda dalam menciptakan alam dan tubuh yang sehat serta pergaulan yang baik.
Bike to Campus juga bisa menjadi contoh untuk orang lain agar menyadari betapa pentingya sepeda sebagai alat transportasi yang dapat meminimalisir masalah polusi udara dan melahirkan komunitas yang positif di Kota Jakarta serta merupakan sebuah langkah baik dalam mencerdaskan anak bangsa agar menyadari betapa pentingnya lingkungan yang sehat dan bersih untuk kehidupan sekarang dan masa yang akan datang.
Angga Bratadharma
Mahasiswa Faklutas Ilmu Komunikasi
Universitas Prof. DR. Moestopo (beragama)(//rhs)
(Dimuat di Suara Mahasiswa, Okezone.com)
Langganan:
Postingan (Atom)