Mahasiswa merupakan agen perubahan yang diharap dapat merubah sebuah fenomena sosial yang terjadi, ke arah penyelesaian masalah yang lebih positif, dan berdampak kepada kebaikan untuk hajat orang banyak. Namun, tidak jarang sekarang ini, makna agen perubahan telah menjadi multitafsir dengan tujuan yang berbeda.
Sebut saja mahasiswa yang sering melakukan unjuk rasa terkait ketidaksamaan persepsi, terkait kebijakan yang diambil suatu instansi ataupun pemerintah. Bila dirasa terjadi keberpihakan kepada sebuah golongan, dan merugikan hajat orang banyak, maka tidak jarang, hal itu menjadi awal mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa, tentu dengan mengatasnamakan aspirasi rakyat.
Ironinya, tidak jarang aksi tersebut berubah menjadi aksi anarkis yang dilakukan oleh para agen perubahan. Padahal, hal itu sangat disayangkan oleh banyak pihak, terlebih emblem mahasiswa yang melekat adalah seorang yang memiliki tugas belajar, bukan untuk melakukan tindakan anarkis.
Kalaupun fungsinya sebagai agen perubahan, maka mahasiswa mempunyai tugas sebatas institusi keilmuan dan implementasi keilmuan tersebut, terutama dalam bidang ilmu yang digeluti maupun membantu didalam masyarakat itu sendiri.
Tetapi potret dilapangan sekarang ini, masih marak terdengar para mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa tanpa ada komunikasi terlebih dahulu dari agen perubahan, perihal sesuatu yang dianggap mereka adalah sebuah permasalahan. Dan tidak jarang, aksi tersebut berakhir anarkis.
Terlebih, mereka yang melakukan politik praktis didalam kampus. Padahal hal itu telah diluar jalur mereka sebagai seorang yang memiliki tugas belajar. Namun demikian, bukan berarti hal tersebut dikatakan salah karena hal tersebut memang dilakukan sesuai dengan kondisi dan situasi yang ada pada saat itu.
Tetapi, yang ditekankan disini adalah bagaimana para agen perubahan mampu berkomunikasi dengan bijak, sesuai dengan emblem yang melekat kepada mahasiswa, yaitu para intelektual, dalam mengeluarkan aspirasi mereka terkait masalah yang sedang terjadi. Alangkah indah bila seperti pepatah, yaitu katakan dengan bunga.
Jadi, sungguh indah bila para agen perubahan melakukan aksi protes mereka, dengan berkomunikasi secara santun terlebih dahulu. Berpikir secara matang dalam memandang suatu perihal, dan tidak melakukan aksi yang justru melecehkan agen perubahan itu sendiri.
Karena tidak jarang dari para agen perubahan, telah melecehkan almameter mereka sendiri sebagai agen perubahan dikarenakan melakukan aksi-aksi kekerasan dan tindakan anarkis, terlepas dari adanya konflik yang terjadi.
Dirasa bijak bila para agen perubahan mampu menahan emosi mereka, dan berpikir kritis berdasar intelektualitas terhadap permasalahan yang sedang dihadapi. Karena agen perubahan merupakan ujung tombak perubahan dinegeri ini, bila agen perubahan telah menyimpang dalam melakukan tugas dan fungsinya, baik didalam institusi keilmuan dan masyarakat, maka ditakutkan akan terjadi perubahan yang tidak bertanggung jawab.
Alhasil, agen perubahan sekarang ini dipertanyakan banyak pihak karena lebih sering terlihat sebagai mesin perang dan mesin kekerasan dalam menjalankan fungsinya dimasyarakat. Terlebih, adanya tunggangan yang menjadikan para agen perubahan ini sebagai mesin politik suatu kepentingan. Maka, harus ada pengkritisan terlebih dahulu terhadap suatu pandangan, agar para agen perubahan tidak dijadikan mesin kepentingan untuk mereka yang berkepentingan.
Oleh karenanya, sebagai agen perubahan yang bijak, dan bergerak sesuai dengan aturan, para agen perubahan diharap saling mengisi kekosongan untuk merubah cara pandang agen perubahan yang menyimpang, yaitu agen perubahan yang lebih mudah disebut sebagai agen kepentingan menyimpang.
Dengan begitu, diharapkan terjadinya perubahan dari para mahasiswa dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai agen perubahan, tentu dengan kaidah-kaidah yang ada. Hingga akhirnya, tidak ada lagi aksi-aksi unjuk rasa yang berahkir anarkis.Namun, terciptanya iklim komunikasi yang baik antara siapa dengan siapa terkait permasalahan yang ada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar