09 Oktober 2011

Penyakit Moral

Fenomena alam yang sering terjadi, terutama yang terjadi di Indonesia adalah sebuah bukti keberadaan dan kebesaran yang dimiliki sang Khalik, yaitu Allah SWT. Fenomena yang terjadi, mulai dari awan yang berlafaz Allah, laa illa ha illallah, Muhammad SAW, langit terbelah, pelangi, gempa, dan semacamnya adalah sebuah keagungan dan kekuasaan yang dimiliki Allah. Dan sepatutnya kita mengaggungkanya dengan baik tanpa menempelkan stempel yang menyimpang. 

Maksudnya adalah kita tidak melihat itu sebagai sesuatu yang berlebihan, dan berorientas kepada mengesakan Allah SWT.

Mengapa demikian? Karena potret di bangsa ini, masih banyak saudara-saudara kita yang mengaitkan fenomena alam dengan sesuatu yang menyimpang. Hal ini bisa kita lihat dari tayangan dibeberapa media massa, kita akan menemukan sekelompok orang akan memberikan sesajen kepada suatu penunggu daerah, entah gunung, danau ataupun semcamnya, agar daerahnya tentram, batu yang disambar petir dan diyakini dapat menyembuhkan berbagai penyakit, tentu tanpa memperhitungkan nilai logika dan rasionalitas, air yang menyembur dari batu, diyakini dapat membawa kekayaan, dan semacamnya yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

Hal ini sangat disayangkan. Karena hal itu telah menyimpang jauh dari kebenaran logika dan rasional manusia. Padahal, terdapat sunatullah yang jelas dalam penciptaan yang telah Allah SWT ciptakan. Yang mana keseluruhanya telah tertata dengan sempurna dan rapih sehingga tidak ada sesuatu yang terjadi tanpa adanya sepengetahuan Allah SWT. Oleh karenanya, pasti terdapat  proses panjang dan adanya penyertaan doa dan kerja keras dalam mencapai suatu tujuan yang hendak dicapai individu, yaitu kebahagiaan yang hakiki.

Jad, fenomena alam yang terjadi, yang populer dalam masyarakat kita, tidak lain semata-mata merupakan kebesaran Allah SWT, maka sewajarnya kita melihat hal tersebut dengan baik, dan tidak mengaitkan dengan sesuatu yang buruk, dan berdampak kepada lunturnya suatu keimanan.

Maraknya mengaitkan fenomena alam, berupa gempa bumi, batu yang diyakini menyembuhkan, mata air yang membawa kekayaan, binatang yang membawa kekayaan, dan semacamnya, merupakan penyinpangan yang terjadi karena proses ketidakberhasilan pemerintah dalam memberdayakan rakyatnya dalam hal mensejahterakan.

Ketidakmerataan kesejahteraan yang didapatkan masyarakat, berimplikasi kepada sakitnya moral bangsa kita sehingga melunturkan nilai-nilai moral yang telah Allah SWT tetapkan dan logika serta rasional manusia yang diberikan Allah SWT kepada manusia.

Alhasil, berdasar sugesti terhadap suatu fenomena alam ini, menjadikan manusia tertipu dayanya oleh bisikan dan tidak kuatnya pilar keimanan yang dimiliki individu. Ini merupakan tugas berat bagi pemerintah dan masyarkat.

Oleh karena itu, diharapkan masyarkat tidak meyakini suatu fenomena alam dengan mengaitkan kepada sesuatu yang menyimpang dari nilai-nilai mulia dan logika berpikir. Setiap individu diharap mampu membredel pemikiran yang ditakutkan mentuhanka sesuatu yang lain selain Allah SWT.

Dalam suatu analisis, individu yang meyakini hal-hal yang kaitanya dengan mistik, terdapat suatu  keinginan untuk membenarkan mistis tersebut, dan nantinya dijadikan nilai-nilai dalam kehidupanya. Bahkan, parahnya bisa menjadi sebuah budaya didalam suatu kelompok.

Lemahnya pendidikan, pengetahuan, ajaran logika rasional yang wajar, dan tidak masuknya pembelajaran agama dalam suatu kehidupan secara masif dan preventif, disinyalir menjadi penyebab timbulnya penyakit moral. Hingga akhirnya, lebih mengedepankan emosi tanpa pikiran kritis.

Tentu ini telah menjadi budaya berpikir masyarkat kita. Dan hal ini sangat disayangkan, oleh sebab itu harus ada pelurusan ahlak dan pembentukan karakter berbasis agama dalam membenahi penyakit yang timbul dimasyarakat kita.

Harus kita sadari, bahwasnya terdapat sebab-akibat dalam kehidupan ini. Dan, sunatullah yang Allah ciptakan bersifat pasti dan objektif. Maka, bila seseorang ingin sukses dalam hidupnya, diharapkan sadar akan potensi yang dimilikinya dan memberdayakan serta berusaha untuk mewujudkan harapan tersebut sesuai dengan kaidah yang berlaku. Hal itu juga berlaku dengan yang lainnya, bila seseorang ingin pintar, maka belajar. Jika ingin kaya, maka berusaha dan berdoa, dan seterusnya.

Adanya penyakit moral yang terjadi terkait fenomena alam ini, harus dikritisi dengan baik, dan jangan menelan bulat-bulat informasi yang tidak terbukti kebenaranya atau menyimpang dari ajaran Allah dan Rasul Allah. Maka, adanya pendidikan nilai-nilai dan pemenuhan kebutuhan secara fisik dan spritual yang benar, diharapkan muncul dari setiap individu dan pemerintah selaku pemegang otoritas dalam negara ini. Untuk saling mengisi kekosongan antara individu.

Dengan tujuan itu, diharap dapat menyembuhkan penyakit moral yang terjadi terkait fenomena alam yang terjadi. Karena fenomena yang terjadi, semata-mata merupakan kebesaran Allah SWT. Bukan karena adanya kekuatan lain tanpa seizin-Nya.

08 Oktober 2011

Agen perubahan atau kepentingan menyimpang.

Mahasiswa merupakan agen perubahan yang diharap dapat merubah sebuah fenomena sosial yang terjadi, ke arah penyelesaian masalah yang lebih positif, dan berdampak kepada kebaikan untuk hajat orang banyak. Namun, tidak jarang sekarang ini, makna agen perubahan telah menjadi multitafsir dengan tujuan yang berbeda.

Sebut saja mahasiswa yang sering melakukan unjuk rasa terkait ketidaksamaan persepsi, terkait kebijakan yang diambil suatu instansi ataupun pemerintah. Bila dirasa terjadi keberpihakan kepada sebuah golongan, dan merugikan hajat orang banyak, maka tidak jarang, hal itu menjadi awal mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa, tentu dengan mengatasnamakan aspirasi rakyat.

Ironinya, tidak jarang aksi tersebut berubah menjadi aksi anarkis yang dilakukan oleh para agen perubahan. Padahal, hal itu sangat disayangkan oleh banyak pihak, terlebih emblem mahasiswa yang melekat adalah seorang yang memiliki tugas belajar, bukan untuk melakukan tindakan anarkis.

Kalaupun fungsinya sebagai agen perubahan, maka mahasiswa mempunyai tugas sebatas institusi keilmuan dan implementasi keilmuan tersebut, terutama dalam bidang ilmu yang digeluti maupun membantu didalam masyarakat itu sendiri.

Tetapi potret dilapangan sekarang ini, masih marak terdengar para mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa tanpa ada komunikasi terlebih dahulu dari agen perubahan, perihal sesuatu yang dianggap mereka adalah sebuah permasalahan. Dan tidak jarang, aksi tersebut berakhir anarkis.

Terlebih, mereka yang melakukan politik praktis didalam kampus. Padahal hal itu telah diluar jalur mereka sebagai seorang yang memiliki tugas belajar. Namun demikian, bukan berarti hal tersebut dikatakan salah karena hal tersebut memang dilakukan sesuai dengan kondisi dan situasi yang ada pada saat itu.

Tetapi, yang ditekankan disini adalah bagaimana para agen perubahan mampu berkomunikasi dengan bijak, sesuai dengan emblem yang melekat kepada mahasiswa, yaitu para intelektual, dalam mengeluarkan aspirasi mereka terkait masalah yang sedang terjadi. Alangkah indah bila seperti pepatah, yaitu katakan dengan bunga.

Jadi, sungguh indah bila para agen perubahan melakukan aksi protes mereka, dengan berkomunikasi secara santun terlebih dahulu. Berpikir secara matang dalam memandang suatu perihal, dan tidak melakukan aksi yang justru melecehkan agen perubahan itu sendiri.

Karena tidak jarang dari para agen perubahan, telah melecehkan almameter mereka sendiri sebagai agen perubahan dikarenakan melakukan aksi-aksi kekerasan dan tindakan anarkis, terlepas dari adanya konflik yang terjadi.

Dirasa bijak bila para agen perubahan mampu menahan emosi mereka, dan berpikir kritis berdasar intelektualitas terhadap permasalahan yang sedang dihadapi. Karena agen perubahan merupakan ujung tombak perubahan dinegeri ini, bila agen perubahan telah menyimpang dalam melakukan tugas dan fungsinya, baik didalam institusi keilmuan dan masyarakat, maka ditakutkan akan terjadi perubahan yang tidak bertanggung jawab.

Alhasil, agen perubahan sekarang ini dipertanyakan banyak pihak karena lebih sering terlihat sebagai mesin perang dan mesin kekerasan dalam menjalankan fungsinya dimasyarakat. Terlebih, adanya tunggangan yang menjadikan para agen perubahan ini sebagai mesin politik suatu kepentingan. Maka, harus ada pengkritisan terlebih dahulu terhadap suatu pandangan, agar para agen perubahan tidak dijadikan mesin kepentingan untuk mereka yang berkepentingan.

Oleh karenanya, sebagai agen perubahan yang bijak, dan bergerak sesuai dengan aturan, para agen perubahan diharap saling mengisi kekosongan untuk merubah cara pandang agen perubahan yang menyimpang, yaitu agen perubahan yang lebih mudah disebut sebagai agen kepentingan menyimpang.

Dengan begitu, diharapkan terjadinya perubahan dari para mahasiswa dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai agen perubahan, tentu dengan kaidah-kaidah yang ada. Hingga akhirnya, tidak ada lagi aksi-aksi unjuk rasa yang berahkir anarkis.Namun, terciptanya iklim komunikasi yang baik antara siapa dengan siapa terkait permasalahan yang ada

Media Massa Komersial yang Menyimpang

Media Massa adalah alat atau medium yang digunakan untuk mengkomunikasikan pesan kepada sejumlah besar orang. Dewasa kini, siapa yang tidak mengetahui media massa, dan siapa yang tidak menggunakan media massa. Hampir dari kita, pasti pernah dan telah menggunakan atau mengkonsumsi media massa, baik itu media cetak maupun media elektronik. Penggunaanya pun berbeda-beda, tergantung dari kebutuhan yang dimiliki masing-masing individu.

Fungsi dari media massa, terdiri dari empat aspek, yaitu menghibur, mendidik, menginformasikan dan mempengaruhi. Namun, sekarang ini fungsi yang paling menonjol dari keempat hal tersebut adalah mempengaruhi. Yang mana media massa dapat mempengaruhi khalayak baik dari proses kognitif hingga konatif.

Bahkan Didalam Ilmu Komunikasi terdapat teori hypodermik atau teori jarum suntik. Teori ini berkutat dengan menekankan bahwa khalayak dianggap pasif dan tidak berdaya akan pesan-pesan yang disampaikan oleh media massa. Dengan begitu, media massa mampu mempengaruhi khalayak dengan pesan yang disampaikanya dengan menggunakan komunikai massa.

Tetapi, seiring perkembangan ilmu pengetahuan, lahir juga teori Uses and Gratification. Teori ini mempupuskan teori jarum suntik dengan mengatakan bahwa khalayak cukup aktif dalam mengkonsumsi media massa dalam rangka memenuhi kebutuhan informasinya.

Hal ini terbukti bila melihat, seseorang pasti akan mengganti chanel tv mereka bila tayangan yang disajikan tidak sesuai dengan keinginan mereka, dan seseorang akan berhenti disuatu channel yang menurutnya sesuai dengan apa yang diinginkan. Ini cukup membuktikan bahwa seseorang atau individu memiliki kekuatan untuk menyeleksi penggunaan media massa dalam rangka memenuhi kebutuhan informasinya.

Terlepas dari kajian ilmiah yang dipaparkan. Media massa sekarang, yang telah dijabarkan fungsi-fungsinya. Kini bisa dikatakan telah menyimpang dari kaidah-kaidah yang telah ditentukan, terutama UU Penyiaran. Sedikit menyinggung, bahwasanya media massa memiliki ideologi yang berbeda-beda, tergantung dari pemilik atau owner media massa sendiri. Baik yang bergerak dibidang komersial, idealis, maupun komersial dan idealis. Meski begitu, media massa harus tetap berada dalam fungsi-fungsi yang telah ada, yaitu menghibur, mendidik, menginformasikan dan mempengaruhi. Dan kesemuanya diharap berkombinasi dan bersinergi satu sama lainnya. Dan dalam hal ini tentu adalah fungsi-fungsi yang mengarah positif.

Penyimpangan yang terjadi sekarang ini adalah cukup banyak media massa komersial yang menyajikan informasi-informasi yang salah satunya adalah tidak mendidik. Memang pencapaian sasaran seluas mungkin yang digapai media massa, lumrah dilakukan guna meningkatkan kinerja media massa tersebut sehinga banyak iklan yang berdatangan. Tentu bukan rahasia umum lagi, bila nyawa dari media massa adalah iklan. Namun demikian, yang ditekankan dari hal ini adalah penyimpangan media massa dalam sajian informasi yang tidak mendidik dengan tujuan komersial semata.

Sistem kapitalis yang terjadi sekarang ini, menjadikan media massa marak menyajikan informasi yang tidak sesuai dengan fungsi media massa, salah satunya yaitu mendidik. Dengan tujuan komersial semata, media massa menyajikan informasi atau tayangan yang memang diminati penonton tanpa mempedulikan asas pendidikan. Seperti menayangkan kehidupan selebritis yang tidak ada kaitanya dengan mendidik, tayangan mistik, dan semacamnya. Memang taktik ini berhasil memukau para penonton untuk tertarik perhatianya kepada pesan yang disampaikan media massa.

Akan tetapi, efek dari pesan tersebut membuat masyarkat kita semakin bodoh dan menjadi barang dagangan untuk kepentingan komersial semata. Bisa kita lihat dari tayangan-tayangan seperti tayangan Gosip, sinteron yang tidak menenkankan kepada norma-norma mendidik dan logika kenyataan, sajian yang masih berbau kekerasan, berbau seksualitas dan menyoroti mistik yang melepas batasan norma. Diperparah dengan munculnya penyakit tuna norma dimasyarkat kita akibat tayangan tersebut. Menjadikan masalah penyimpangan media massa, dalam konteks masyarakat dijadikan sasaran untuk pencapaian uang semata, menjadi masalah yang harus difokuskan untuk diluruskan.

Pemerintah selaku pemegang kekuasaan pun seakan enggan, untuk ikut campur tangan terkait tayangan-tayangan yang tidak mendidik masyarakat. Bahkan Lembaga Penyiaran Indonesia dirasa tidak berfungsi dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga yang mensensor atau membredel suatu media massa yang dirasa telah keluar dari standar penyiaran.

Tentu masih ingat dibayangan kita, banyak film-film hadir dibioskop tanah air dengan mengusung aksi kekerasan dan adegan panas, tanpa ada maksud mendidik yang jelas. Dan ironinya, banyak dari masyarakat kita mengkonsumsi film tersebut. Dan belakangan ini, film-film tersebutlah yang hadir, dan seakan telah menjadi trend didunia perfilman kita.

Ironinya, para pemilik modal dan pekerja di media massa tidak memperdulikan masalah yang telah krusial ini. Bisa kita lihat sekarang ini, banyak terjadinya tindak kekerasan akibat menonton suatu tayangan yang bersifat kekerasan, terjadinya aksi pemerkosaan oleh sejumlah anak dibawah umur akibat mengkonsumsi tayangan yang membangun hawa nafsunya, adanya gaya hidup yang dianut dari suatu film dengan budaya luar yang  tidak mengenal lagi budaya sendiri yang luhur, dan semacamnya.

Tentu ini masalah krusial, oleh karenanya adanya tindakan tegas dan preventif dari pemerintah, terutama LPI. dalam membatasi tayangan-tayangan yang tidak sesuai, diharapkan muncul dengan skala masif dan pasti. Bila perlu, ada campur tangan dari pemerintah dalam hal mendidik, dan menuntun para industri media massa, untuk dapat menjalankan keempat fungsi secara berkseniambungan dan bersinergi. Dengan tujuan, menciptakan masyarakat yang unggul dan bermartabat, dan menjunjung nilai-nilai mulia.

Adanya kesadaran dari masyarakat untuk tidak mengkonsumsi media massa yang menyimpang pun diharap tumbuh, guna turut serta mengekang pembiaran media massa berbasis kapitalis berkembang dinegeri ini. Hingga rating televisi yang menampilkan informasi yang menyimpang menjadi turun drastis, dan dari situ diharap tidak adanya iklan yang masuk, dan akhirnya sadar akan kepentingan bersama dalam membangun negeri ini kepada tujuan yang mulia.

Tentu kita semua berharap akan ada media massa yang menyajikan informasi yang sesuai dengan fungsi-fungsinya. Dan sinergi dari empat fungsi tersebut. Dan hal itu diharap dalam proses masif disegala media massa, baik media cetak maupun media elektronik.

Karena baik atau tidaknya suatu masyarakat disuatu negara, ditentukan oleh media massa. Jika masyarakatnya baik, maka media massanya baik dalam menjalankan fungsinya. Namun, jika masyarakat itu tidak baik, maka media massa itu juga tidak baik dalam menjalankan fungsinya.