14 Juli 2011

Kebangkrutan mengancam daerah

Kebangkrutan kini mengancam daerah. Pasalnya, hampir 50 persen lebih anggaran negara terserap untuk pegawai negeri sipil atau PNS. Bahkan parahnya, perbandingan anggaran belanja pegawai dan belanja modal yang bertolak belakang, bisa menjadi alamat buruk bagi keuangan daerah. Dengan kondisi tersebut, daerah akan bangkrut karena keuangannya banyak terkuras membiayai belanja pegawai daripada untuk pelayanan publik. Sayangnya, kebijakan remunerasi pun terbukti tidak mengurangi perilaku korupsi birokrasi.

Padahal, belanja pegawai harus diimbangi dengan hasil kerja dari PNS itu sendiri. Namun, yang terjadi justru tidak ada keseimbangan di antara keduanya. Hal ini tentu berakibat fatal karena akan terus menggerus anggaran negara.

Bahkan pada APBD 2011, tercatat terdapat 124 daerah yang memiliki belanja pegawai di atas 60 persen dan belanja modalnya hanya satu sampai 15 persen. Dalam hal ini, Kabupaten Lumajang menjadi yang tertinggi dalam belanja pegawai, mencapai 83 persen dan belanja modal hanya satu persen. Bila hal ini dibiarkan, akan seperti pribahasa, yaitu besar pasak daripada tiang.

Rekrutmen PNS pun terus-menerus dilakukan tanpa memperhatikan urgensi dari perekrutan itu sehingga berimplikasi pada bertambahnya beban belanja pegawai. Kepala desa yang bersangkutan pun sering menggelontorkan janji rekrutmen dalam politiknya agar bisa terpilih kembali. Tentu ini akan menambah beban anggaran. Seharusnya ada depolitisasi birokrasi. Bila perlu, berlakukan moratorium rekrutmen PNS untuk sementara. Dan dalam waktu tersebut, lakukan pembenahan dan pemulihan anggaran negara, terutama di APBD. Dan juga, pembenahan sistem di birokrasi agar bisa meningkatkan kinerjanya dalam memberi pelayanan yang baik kepada publik.

Bila pembebanan anggaran ini terus berlanjut tanpa ada tindakan nyata dari pemerintah, kebangkrutan daerah bukan lagi sebuah ancaman, namun akan menjadi sebuah kenyataan.

Angga Bratadharma

Mahasiswa Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Prof DR Moestopo (Beragama)

(Dimuat di rubrik Fokus Publik, Surat kabar Republika)