Adanya isu kursi haram di DPR sepertinya disambut dingin oleh anggota DPR yang terpilih namun, Bawaslu punya dua bukti adanya kursi haram di DPR, Mahfud MD (Ketua MK) juga punya dua bukti. Berarti ada empat ‘kursi haram’ di DPR, disusul dengan bukit-bukti lain yang memperluas adanya kursi haram di DPR. Sekarang tinggal melihat tanggapan DPR seperti apa bila terbukti ada kursi haram di DPR, meski hebat dalam bersilat lidah, kita lihat saja perkembangan isu tersebut. Apakah akan diproses secara tegas bila terbukti ada anggota DPR yang duduk di kursi haram atau hanya akan menjadi wacana (lagi).
Bila terbukti ada kursi haram, aparat penegak hukum sebaiknya sensitif dan berani menangkap anggota DPR yang kedapatan duduk di kursi haram tersebut, bila perlu, pemberhentian tidak terhormat dan mengambil aset pribadi dari hasil menjadi anggota DPR, segera diambil negara. Hal ini agar membuat efek jera dan menegaskan bahwa negara kita adalah negara hukum yang tidak memandang siapapun dimata hukum.
Adanya kursi haram juga diakibatkan lemahnya koordinasi Bawaslu dan KPU serta pengawasan yang tidak maksimal ketika final rekapitulasi suara hingga akhirnya memunculkan calo-calo jual beli suara dan pemalsuan SK palsu untuk calon anggota DPR yang kalah dalam pemilu, yang nantinya akan dimuluskan jalanya menuju kursi di DPR. Tentu saja lagi-lagi uang yang bermain dalam hal ini.
Lemahnya pengawalan surat suara dari calon anggota DPR yang kalah dan putus asa sehingga tidak menyelesaikan masa rekapitulasi suara hingga final, juga turut menyumbang para calo bermain surat suara tersebut, dengan menjualnya kepada calon anggota DPR yang masih butuh suara lebih untuk duduk di DPR.
Biar bagaimana pun, KPU dan Bawaslu manusia biasa yang pasti melakukan kesalahan, maka sewajarnya ada transparansi rekapitulasi suara kepada masyarakat sehingga masyarakat bisa menilai kejujuran yang diberikan KPU selaku panitia pemilu dan Bawaslu selaku pengawas pemilu.
Bila perlu, koordinasi masyarakat secara masif diikut sertakan dalam mengawasi kegiatan pemilu sehingga praktik kecurangan dalam surat suara dan munculnya SK palsu bisa diminimalisir. Bisa juga dengan tindakan tegas berupa hukuman penjara kepada pelaku jual beli suara dan yang mengeluarkan SK palsu, baik calo, anggota KPU atau Bawaslu, dan juga calon anggota DPR, agar kegiatan pemilu bisa bersih dari tindakan transaksi surat suara dan SK palsu.
Pengawasan masyarakat dan tanggapan yang serius dari aparat penegak hukum serta Bawaslu diharapkan berespon cepat bila ada kecurangan ketika kampanye sedang berlangsung, masyarakat juga sebaiknya menyadari, bila ada kampanye curang dengan menyuap beberapa kelompok di masyarakat untuk memilih suatu calon anggota DPR atau menemukan ada calo yang bertransaksi jual beli surat suara, langsung dilaporkan kepada pihak berwenang agar negara kita bisa membangun demokrasi yang utuh dan bermartabat.
Angga Bratadharma
Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Prof. DR. Moestopo (beragama)
(Dimuat di Fokus Publik, Surat Kabar Republika)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar