KULIAH merupakan medium para mahasiswa menempa diri dalam pencarian ilmu. Nantinya, ilmu tersebut dipergunakan untuk mengubah birokrasi dan sistem serta mekanisme kenegaraan untuk menyejahterakan masyarakat di segala bidang.
Bisa dibilang, dunia pendidikan di negara kita masih memiliki ruang hitam. Terlihat dari banyaknya masalah yang mengiringi perjalanan pendidikan kita, baik kekerasan, senioritas, maupun penyimpangan dana pendidikan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Tak ayal lagi, dibutuhkan suatu tonggak perubahan dalam membenahi hal tersebut. Dalam hal ini, kata reformasi bisa mewakili pembenahan yang diperlukan dalam pendidikan Tanah Air, mengingat selama ini pemerintah telah lalai mengawasi dan meluruskan pencapaian tujuan pendidikan bangsa ini.
Penulisan dan pemublikasian karya ilmiah tentu memiliki posisi strategis sekaligus menimbulkan polemik di tengah masyarakat dan para akademisi, terutama bagi mahasiswa itu sendiri. Pasalnya, karya tersebut akan berada pada posisi yang menguntungkan dan tidak pula menguntungkan. Mengapa?
Bila dilihat dari sisi keuntungan, karya ilmiah merupakan sarana pendakian penelitian dan pengetahuan yang mampu memperbaiki seorang mahasiswa dalam mencapai tujuan yang selama ini dikehendaki. Tidak hanya gelar, namun juga keilmuan yang disesuaikan dengan gelar tersebut. Keberadaan sistem tersebut akan meningkatkan intelektualitas dan paradigma berpikir mahasiswa tentang arti dan makna pendidikan di perguruan tinggi. Kebijakan ini dapat menghasilkan generasi dan pondasi paradigma berpikir bangsa kita.
Di sisi tidak menguntungkan, ketidaksiapan mahasiswa yang selama ini terbentuk dari kebiasaan menghafal suatu pelajaran. Dampaknya adalah kebuntuan kreativitas belajar.
Kendati demikian, proses pelaksanaan kewajiban ini pun harus melalui pengkajian dan pengawasan super ketat. Dengan begitu, tidak ada oknum, baik mahasiswa maupun pelaku akademisi nakal, yang melakukan kecurangan dalam menghasilkan dan mempublikasikan karya ilmiah.
Memang tidak bisa dimungkiri, dewasa kini, banyak mahasiswa yang hanya belajar di ruang kuliah. Akibatnya, referensi pemikiran ilimiah jarang ditemui. Kalaupun ada, pemikiran mahasiswa pun terpatok pada sisi ilmiah, tanpa menyentuh ranah sosial dan lingkungan sekitar. Karenanya, perlu adanya keseimbangan pemikiran antara sisi sosial dan ilmiah.
Penulisan karya ilmiah sejatinya dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas berpikir dan keterampilan mahasiswa-mahasiswi dalam bersiap memasuki dunia kerja. Bila tidak, maka kualitas pendidikan kita tidak akan pernah naik kelas. Jika ini terjadi, dari sektor mana lagi bangsa ini memperbaiki generasi pemimpin yang membawa kesejahteraan berbalut intelektual antara sosial dan ilmiah?
Angga Bratadharma
Alumni Universitas Prof. DR. Moestopo (Beragama) Ilmu Komunikasi Jurusan Jurnalistik
Bisa dibilang, dunia pendidikan di negara kita masih memiliki ruang hitam. Terlihat dari banyaknya masalah yang mengiringi perjalanan pendidikan kita, baik kekerasan, senioritas, maupun penyimpangan dana pendidikan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Tak ayal lagi, dibutuhkan suatu tonggak perubahan dalam membenahi hal tersebut. Dalam hal ini, kata reformasi bisa mewakili pembenahan yang diperlukan dalam pendidikan Tanah Air, mengingat selama ini pemerintah telah lalai mengawasi dan meluruskan pencapaian tujuan pendidikan bangsa ini.
Penulisan dan pemublikasian karya ilmiah tentu memiliki posisi strategis sekaligus menimbulkan polemik di tengah masyarakat dan para akademisi, terutama bagi mahasiswa itu sendiri. Pasalnya, karya tersebut akan berada pada posisi yang menguntungkan dan tidak pula menguntungkan. Mengapa?
Bila dilihat dari sisi keuntungan, karya ilmiah merupakan sarana pendakian penelitian dan pengetahuan yang mampu memperbaiki seorang mahasiswa dalam mencapai tujuan yang selama ini dikehendaki. Tidak hanya gelar, namun juga keilmuan yang disesuaikan dengan gelar tersebut. Keberadaan sistem tersebut akan meningkatkan intelektualitas dan paradigma berpikir mahasiswa tentang arti dan makna pendidikan di perguruan tinggi. Kebijakan ini dapat menghasilkan generasi dan pondasi paradigma berpikir bangsa kita.
Di sisi tidak menguntungkan, ketidaksiapan mahasiswa yang selama ini terbentuk dari kebiasaan menghafal suatu pelajaran. Dampaknya adalah kebuntuan kreativitas belajar.
Kendati demikian, proses pelaksanaan kewajiban ini pun harus melalui pengkajian dan pengawasan super ketat. Dengan begitu, tidak ada oknum, baik mahasiswa maupun pelaku akademisi nakal, yang melakukan kecurangan dalam menghasilkan dan mempublikasikan karya ilmiah.
Memang tidak bisa dimungkiri, dewasa kini, banyak mahasiswa yang hanya belajar di ruang kuliah. Akibatnya, referensi pemikiran ilimiah jarang ditemui. Kalaupun ada, pemikiran mahasiswa pun terpatok pada sisi ilmiah, tanpa menyentuh ranah sosial dan lingkungan sekitar. Karenanya, perlu adanya keseimbangan pemikiran antara sisi sosial dan ilmiah.
Penulisan karya ilmiah sejatinya dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas berpikir dan keterampilan mahasiswa-mahasiswi dalam bersiap memasuki dunia kerja. Bila tidak, maka kualitas pendidikan kita tidak akan pernah naik kelas. Jika ini terjadi, dari sektor mana lagi bangsa ini memperbaiki generasi pemimpin yang membawa kesejahteraan berbalut intelektual antara sosial dan ilmiah?
Angga Bratadharma
Alumni Universitas Prof. DR. Moestopo (Beragama) Ilmu Komunikasi Jurusan Jurnalistik
Wartawan Ekonomi (//rfa)
Di muat di Media Okezone.com
Jumat 9 Maret 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar