Ilustrasi By: www.lexisnexis.com |
Tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia
dalam kurun
waktu 4 tahun hingga 5 tahun
belakangan
ini terbilang stabil bila
dibandingkan dengan negara-negara di dunia. Perekonomian Indonesia yang semakin baik ini juga diakui
oleh Lembaga Riset Internasional, McKinsey
Global Institute, yang akhirnya memperkirakan Indonesia akan menjadi negara
dengan kekuatan ekonomi nomor tujuh di dunia pada tahun 2030 mendatang.
Meski Indonesia diperkirakan menjadi negara dengan perekonomian ke-7 terbesar, tetapi akses masyarakat akan industri perbankan masih kecil. Sangat disayangkan. Apalagi, hal tersebut cukup berkaitan dengan perekonomian secara umum, mengingat peranan perbankan cukup penting dalam mendukung pertumbuhan perekonomian.
Rasio masyarakat terhadap akses perbankan juga masih rendah. Lembaga Riset Telematika Sharing Vision menyatakan hanya 32% penduduk Indonesia yang sudah memiliki rekening bank, sisanya yakni sebanyak 68% dari 246,9 juta orang penduduk Indonesia belum memiliki rekening perbankan.
Sejauh ini, masyarakat bisa dikatakan masih ditengah kebingungan akan kegunaan dan manfaat adanya institusi bernama bank. Masyarakat masih memandang bahwa bank hanya terbatas tempat menyimpan uang dan meminjam uang. Masih minim pengetahuan mengenai produk-produk mendalam di industri perbankan, bahkan diluar industri perbankan.
Secara umum, bank memiliki tugas untuk menghimpun dana masyarakat. Dari mata bank, dana yang dihimpun diistilahkan sebagai Dana Pihak Ketiga (DPK). DPK sendiri terbagi dalam dua aspek, yakni pertama dana mahal, terdiri dari deposito. Kedua, dana murah, terdiri dari tabungan dan giro
Sedangkan dari mata masyarakat secara umum, dana yang disimpan di bank, diistilahkan sebagai tabungan konvensional. Masyarakat sendiri secara umum sudah mengetahui perbedaan antara tabungan konvensional dan deposito. Bahkan, tidak jarang seseorang yang memiliki tabungan konvensional di suatu bank, juga menempatkan dananya dalam bentuk deposito.
Menurut Undang-undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan /atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Adapun perbedaan antara tabungan konvensional dan deposito ialah terletak pada jangka waktu penempatan dana dan suku bunga yang ditetapkan. Tabungan konvensional, biasanya memiliki suku bunga yang lebih rendah bila dibandingkan dengan deposito. Jangka waktu tabungan konvensional juga relatif sebentar. Artinya, seseorang yang menempatkan dananya di tabungan konvensional bisa mencairkan dananya sewaktu-waktu.
Sedangkan deposito adalah produk bank yang memiliki jangka waktu panjang dan memiliki suku bunga yang terbilang tinggi bila dibandingkan dengan produk tabungan konvensional. Kendati memiliki suku bunga yang tinggi, tetapi produk deposito tidak bisa dicairkan sewaktu-waktu. Ada ketentuan waktu yang disepakati.
Menurut Undang-Undang No. 10/1998, tentang perubahan Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank
Seseorang yang menempatkan dananya di deposito, hanya bisa mencairkan dananya apabila sudah jatuh tempo. Dengan itu, seseorang mendapatkan dananya sesuai dengan suku bunga yang disepakati pada awal penempatan dananya. Bila mencairkan deposito tidak pada waktunya, maka dana yang didapat tidak mendapatkan suku bunga. Bahkan, bisa saja terkena charge.
Selain produk penyimpanan secara umum, baik itu tabungan konvensional maupun deposito, perbankan juga menyediakan suatu produk yang diperuntukkan bagi masyarakat kelas menengah ke atas. Tiap perbankan, biasanya memiliki nama-nama tersendiri bagi segmen nasabah dikelas menengah ke atas tersebut.
Bank BRI menyebut Nasabah BRI Prioritas, Bank BTN menyebut Nasabah Prioritas, Citibank menyebutnya Citigold, Bank Mandiri menyebutnya Mandiri Prioritas, dan semacamnya.
Karena jumlah dana yang ditempatkan masyarakat kelas menengah ke atas terbilang lebih besar dibandingkan masyarakat secara umum, maka perbankan biasanya memiliki sejumlah produk yang disesuaikan dengan segmen masyarakat tersebut, termasuk produk tabunganya yang biasa dikenal dengan tabungan premium atau tabungan prioritas.
Karakteristik tabungan premium sebenarnya hampir mirip dengan tabungan konvensional, hanya saja letak perbedaanya ada pada benefit yang diberikan perbankan dan jumlah dana yang disimpankan masyarakat. Biasanya, minimal dana yang disimpan nasabah disuatu bank sebesar Rp500 juta.
Dengan memiliki tabungan premium, maka terdapat berbagai kelebihan yang didapatkan masyarakat, yang tidak ada di tabungan konvensional. Kelebihan yang dimaksud, diantaranya adalah adanya berbagai fasilitas gratis transfer antar bank, fasilitas administrasi bulanan, suku bunga yang tinggi, dan semacamnya. Misalkan saja, Di Mandiri Prioritas, nasabah tidak hanya menerima pelayanan eksklusif dan fasilitas terbaik, tetapi juga perhatian khusus terhadap pertumbuhan finansial nasabah.
Namun kendati dikatakan lebih 'berkelas' bila dibandingkan tabungan konvensional, tetapi masyarakat perlu menyadari kekurangan dari produk tabungan premium. Hat-hati, karena tabungan premium tidak hanya memiliki high return saja, tetapi terdapat juga high risk yang berlaku pada investasi tersebut.
Sebagaimana diketahui, berdasarkan Undang-Undang (UU) tentang LPS, bank yang menjadi peserta LPS dijamin dananya sebesar Rp2 miliar. Lebih dari itu, LPS tidak menutupi.
Misalkan saja, bila ada seseorang yang mempunyai dana lebih dari Rp2 miliar dan menyimpannya disuatu bank, lalu dalam kurun waktu tertentu bank bersangkutan bangkrut, maka LPS hanya mengembalikan dana sebesar Rp2 miliar. Sisanya menunggu penjualan aset bank tersebut. Bila pada akhrinya aset tidak dapat dijual karena satu dan lain hal, maka masyarakat harus merelakan uangnya hilang.
Dalam konteks ini, masyarakat perlu berhati-hati dan mencermati dengan baik sebelum menggunakan produk tabungan premium. Tidak ada salahnya mencari tahu sebanyak mungkin informasi terkait tabungan premium, termasuk mencari tahu apakah bank yang hendak di datangi sudah menjadi peserta LPS atau belum.
Masyarakat perlu menyadari sulit untuk mendapatkan hasil investasi yang tinggi bila hanya bergantung pada instrumen tabungan premium semata. Sebab, sudah ada ambang batas dari suku bunga yang diberikan BI. Masyarakat harus sadar bahwa menabung hanya mendapatkan imbal hasil yang wajar, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Menabung juga dapat memberikan rasa aman.
Bila masyarakat tidak teliti dalam menggunakan produk tabungan premium, maka kasus yang menimpa nasabah Bank Century dapat terjadi. Sudah marak diberitakan bahwa bangkrutnya Bank Century ternyata juga 'mematikan' nasabah-nasabahnya. Sebab, Bank Century tidak mengembalikan sejumlah dana yang dimiliki nasabahnya. Ini tentu ironi, mengingat Bank Century sudah diberi bail out oleh pemerintah. Namun, kenyataanya banyak nasabah yang mengeluhkan uangnya raib ditelan bumi.
Patut diketahui bahwa tren investasi di masyarakat Indonesia masih berkutat pada produk-produk yang ditawarkan oleh perbankan, baik itu tabungan maupun deposito. Alasanya pun mudah, karena produk tabungan dan deposito relatif aman. Imbal hasil yang sudah pasti terjadi ditambah risiko kecil menjadi pilihan.
Dalam sebuah survei yang dilakukan Manulife Investor Sentiment Index (MISI) menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia lebih tertarik menyimpan dananya dalam bentuk tabungan ketimbang berinvestasi menggunakan produk diluar perbankan.
Bila berkeginan tetap memilih tabungan premium, namun perlu dititik beratkan pada suatu aturan tegas mengenai investasi. Aturan buku kuno soal investasi: tak ada investasi dengan keuntungan tinggi yang risikonya kecil. Kesemuanya menyesuaikan dengan imbal hasil dan risikonya. Bila imbal hasil tinggi, maka risikonya tinggi. Bila imbal hasil rendah, maka risikonya rendah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar